Berdasarkan data dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) total sumber daya uranium yang dimiliki Indonesia sebanyak 81.090 ton dan thorium 140.411 ton.
Bahan baku tersebut tersebar di tiga wilayah, yaitu Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Masing-masing memiliki kuantitas yang berbeda-beda, Sumatera memiliki 31.567 ton uranium dan 126.821 ton thorium, Kalimantan dengan 45.731 ton uranium dan 7.028 ton thorium, sementara Sulawesi sebanyak 3.793 ton uranium dan 6.562 ton thorium.
Meski demikian, sampai dengan saat ini Indonesia belum juga memanfaatkan potensi tersebut untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) demi memenuhi kebutuhan pasokan listrik.
Padahal, BATAN menilai ada beberapa lokasi yang bisa dimanfaatkan untuk membangun PLTN yang notabene bukan wilayah yang rawan gempa.
Jika, Indonesia serius memiliki keinginan untuk mengembangkan energi nuklir maka ada satu hal yang sepatutnya menjadi perhatian khusus, seperti kondisi geografis yang menempatkan negara ini termasuk dalam kawasan rawan bencana atau berada di jalur Ring of Fire.
Hal ini tentunya menjadi sebuah pertanda bahwa pembangunan PLTN bisa berisiko tinggi karena potensi bencana alam di Indonesia cukup tinggi.
Tidak hanya itu, faktor acceptability juga penting untuk menjadi pertimbangan dalam pengembangan energi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2001-2009, Purnomo Yusgiantoro menegaskan bahwa tidak semua masyarakat setuju dengan pembangunan PLTN.
Ini menandakan tidak semua jenis energi tertentu dapat diterima oleh masyarakat.
Selain faktor internal, faktor eksternal lain juga membuat ‘mimpi’ Indonesia untuk membangun nuklir semakin terkubur.
Dalam konteks global, hanya negara-negara besar saja yang mampu mengembangkan energi nuklir.
KOMENTAR