Diklaim Sebagai yang Paling Berbahaya, Perang Hibrida yang Muncul dalam Konflik Rusia-Ukraina Ternyata Pernah Bikin Israel Jadi Musuh Dunia, Wajahnya Tercoreng

Ade S

Editor

Intisari-Online.com -Salah satu istilah yang belakangan sering muncul seiring terjadinya Perang Rusia-Ukraina adalah "perang hibrida".

Terbaru, Menteri Luar Negeri RusiaSergei Lavrov menyatakan bahwa negaranya kini menjadi sasaran "perang hibrida total" oleh Barat.

Hal tersebut disampaikan dalam pidatopada hari ke-80 sejak Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan militernya untuk menyerang Ukraina, pada 24 Februari.

"Barat secara kolektif menyatakan perang hibrida total terhadapRusia dan sulit untuk memprediksi berapa lama semua ini akan berlangsung," tutur Lavrov, seperti dilansirStraits Times, Sabtu (14/5/2022).

"Namun, jelas konsekuensinya akan dirasakan oleh semua orang, tanpa kecuali."

Lavrov juga menegaskan bahwa sebenarnya Rusia selama ini telah berusaha mati-matian untuk menghindari terjadinya bentrokan langsung dengan NATO.

"Kami melakukan segalanya untuk menghindari bentrokan langsung (dengan Barat) - tetapi sekarang tantangan telah dijatuhkan, kami tentu saja menerimanya," ujar Lavrov.

"Kami tidak asing dengan sanksi, mereka hampir selalu ada dalam satu atau lain bentuk."

Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan perang hibrida? Benarkah perang jenis ini merupakan perang paling berbahaya untuk saat ini?

Mari kita simak ulasannya berikut ini.

Merujukkompas.com, perang hibrida adalah sebuah strategi militer yang memadukan perang konvensional, perang yang tidak teratur, dan ancamancyber warfare.

Perang ini bisa saja melibatkan senjata kimia, senjata biologi, radiologi, serangan nuklir, hingga alat peledak improvisasi (CBRNE).

Perang informasi dancyber technology juga bisa menjadi bagian penting bahkan utama dalam perang jenis ini.

Dalam perang ini, jika kondisi masih kuat, maka perang konvensional bisa saja menjadi satu-satunya perang yang dilakukan.

Namun, jika kondisi lemah atau tidak memungkinkan untuk melakukan balasan atau perlawanan, maka cara-cara non-konvensional akan dilakukan demi melemahkan musuh.

Cara-cara non-konvensional yang dimaksud antara lain adalah penyebaran informasi yang menjatuhkan mitra musuh, melakukanblack campaign, atau bisa saja dengan cara menyusup ke dalam pihak lawan.

Istilah perang hibrida sendiri pertama kali diusulkan olehFrank Hoffman, seorang anggota Dewan Penasihat di Institut Penelitian Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat.

Contoh perang hibrida yang selama ini menjadi rujukan, sebelum terjadinya perang Rusia-Ukraina, adalah perang antara Israel dan Lebanon pada 2006 silam.

Saat itu, Hizbullah yang ada di Lebanon sadar bahwa mereka kalah telak dari Israel jika hanya mengandalkan kekuatan militer.

Untuk itu, mereka melakukan berbagai strategi lain untuk tetap mengalahkan Israel meski tidak secara militer.

Mereka memanfaatkan komunikasi massa untuk bisa mendistribusikan foto serta video medan perang.

Dengan cara ini, mereka mampu mendominasi persepsi masyarakat dunia mengenai perang yang sedang berlangsung.

Singkat cerita, Hizbullah memang kalah bertempur di medan perang, tetapi mereka berhasil menghancurkan citra Israel di mata dunia.

Lalu, bagaimana dengan konflik Rusia-Ukraina?

Untuk konflik tersebut, maka sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh Barat kepada Rusia merupakan bentuk strategi perang hibrida.

Mereka tidak mungkin bertempur langsung dengan Rusia di Ukraina, karena Ukraina bukanlah negara NATO.

Maka, mereka pun menggunakan cara lain untuk bisa melumpuhkan Rusia meski tanpa harus menembakan sendiri peluru dari senjata mereka.

Baca Juga: Bak Ditampar Langsung dari Dalam, Koar-koar Musnahkan Tank dan 'Lengserkan' Jenderal Rusia, Zelensky Malah Diserbu Rakyatnya Sendiri, Ketidakbecusan Ini Pemicunya

Artikel Terkait