Advertorial
Intisari-Online.com - Pada tanggal 1 September 1969 terjadi kudeta kelompok militer pimipnan Muammar Khadafy yang mengantarkannya ke tampuk kekuasaan.
Hal itu dilakukannya karena ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Raja Idris I.
Usianya baru 27 tahun waktu itu ketika Khadafy berhasil memimpin kudeta militer.
Dia kemudian mulai mendirikan kediktatorannya yang anti-Barat hingga 42 tahun kedepannyasampai kematian menjemputnya melalui tangan pemberontak.
Namun kepemimpinannya juga menyimpan kisah mengerikan tersendiri.
Khadafy diketahuimemerintahkan penculikan sejumlah siswi yang kemudian dijadikan sebagai budak seks buat dirinya, demikian menurut sebuah buku tentang diktator itu.
Seorang gadis, bernama Soraya, diculik saat masih berumur 15 tahun dan ditahan selama lima tahun di sebuah ruang bawah tanah di benteng yang berjarak enam mil dari Tripoli.
Gadis itu mengatakan, dia diperkosa dengan kasar, dipukuli dan dianiaya hampir setiap hari, serta menyaksikan pelecehan serupa terhadap para gadis dan pemuda lain.
Kisah Soraya dan orang-orang lain yang mengatakan bahwa mereka diperkosa oleh penguasa lalim tersebut diceritakan dalam buku berjudul Gaddafi's Harem: The Story Of A Young Woman And The Abuses Of Power In Libya.
Buku itu ditulis wartawan harian Le Monde dari Perancis, Annick Cojean.
Buku itu telah terjual lebih dari 100.000 eksemplar sejak diterbitkan dalam bahasa Perancis tahun lalu dan terjemahan bahasa Inggris akan dirilis bulan depan, lapor Daily Mail, Minggu (25/8/2013).
Wartawan itu mengatakan, sejumlah pria dan anak laki-laki juga diperkosa dan Khadafy juga mengejar para selebriti dan istri-istri para pejabat asing.
Berdasarkan penyelidikan Cojean, para perempuan pengawal yang selalu mengelilingi Khadafy pada kenyataannya merupakan gundik yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan tentang penggunaan senjata.
Cojean menyelidiki pelecehan Khadafy setelah bertemu Soraya (yang namanya telah diubah), yang menceritakan kisahnya yang mengerikan.
Kisah Soraya bermula saat dia masih sebagai siswi sekolah di kota pesisir Sirte.
Ketika itu Soraya diberi "kehormatan" untuk menyerahkan sebuah karangan bunga buat Khadafy dalam suatu kunjungan tahun 2004.
Setelah menyerahkan bunga, Khadafy yang mempunyai delapan anak menepuk kepala gadis itu.
Soraya mengatakan, tepukan itu rupanya sebuah simbol bagi para pembantunya bahwa dia menginginkan gadis tersebut.
Hari berikutnya Soraya dipanggil ke istana Khadafy di kompleks yang jaraknya enam mil dari Tripoli, yaitu di Bab al-Azizia.
Di situ Soraya ditelanjangi, dicukur, dan diserahkan kepada Khadafy.
Gadis itu mengatakan, Khadafy berbaring telanjang di tempat tidur dan mencoba untuk memerkosanya.
Ketika Soraya meronta-ronta karena tidak mau diperkosa, dia lalu dibawa pergi oleh kepala harem bernama Mabrouka untuk "diberi pelajaran".
Dalam buku itu Soraya mengatakan, "Dia (Khadafy) memegang tangan saya dan memaksa saya untuk duduk di sampingnya di tempat tidur. Saya tidak berani menatapnya. Dia berkata, 'Jangan takut."
"I'm your papa. Kamu memanggil saya, begitu bukan? Namun, saya juga saudaramu dan kekasihmu. Saya bisa menjadi segalanya bagimu. Karena kamu akan tinggal dan hidup bersama saya selamanya'."
Gadis sekolahan itu diberi film porno untuk ditonton dan disuruh menyaksikan Khadafy berhubungan seks dengan orang-orang lain sehingga dia bisa "belajar".
Para pemuda dan penjaga laki-lakinya juga diperkosa oleh tiran itu, demikian menurut buku tersebut.
Soraya akhirnya diizinkan pulang ke rumah tahun 2009, tetapi dia bilang bahwa dirinya merupakan aib buat keluarganya karena dia berhubungan seksual di luar nikah.
Soraya mengatakan bahwa dirinya hanya merasa bebas dari Khadafy setelah diktator itu tewas secara tragis tahun 2011 pada akhir perang saudara.
Buku tersebut menampilkan wawancara dengan seorang perempuan yang membawa para gadis ke kompleks Khadafy dan dengan para korban lainnya.
Cojean juga menuduh Khadafy, yang menikah dengan Safia Farkash, mengejar para mahasiswa dan istri-istri pejabat asing.
Para tamu perempuan yang hendak bertemu Khadafy harus menjalani tes darah yang dilakukan oleh perawat Khadafy demi memastikan bahwa mereka bebas penyakit dalam hal Khadafy ingin berhubungan seksual dengan mereka.
Marie Colvin, wartawan Sunday Times yang tewas di Suriah tahun 2012, melaporkan bahwa seorang perawat pernah mendekatinya sambil membawa jarum ketika dia berada di Tripoli untuk mewawancarai Khadafy.
Colvin menolak untuk memberikan darahnya.
Pada Agustus 2011, kota Tripoli jatuh ke tangan pemberontak, menjadi penanda kemenangan oposisi dan berakhirnya pemerintahan Gaddafi.
Kabar kematian Gaddafi muncul pada 20 Oktober 2011, disertai rekaman video yang menunjukkan tubuh sang diktator yang bersimbah darah.
(*)