Diceritakan Begitu Epik dalam Trilogi Karangan Romo Mangun, Inilah Rara Mendut Sesungguhnya: Budak Rampasan yang Mati-matian Menolak Jadi Gundik Panglima Perang Sultan Agung

May N

Penulis

Meriam Bellina dalam film Rara Mendut (1982) berperan sebagai Rara Mendut, wanita asal Pati yang menolak menjadi gundik panglima kerajaan Mataram karena cintanya.
Meriam Bellina dalam film Rara Mendut (1982) berperan sebagai Rara Mendut, wanita asal Pati yang menolak menjadi gundik panglima kerajaan Mataram karena cintanya.

Intisari - Online.com -Sastrawan Indonesia adalah para tokoh yang berhasil menceritakan ulang sejarah Indonesia dengan balutan cerita fiksi yang mendebarkan.

Seperti contohnya Pramoedya Ananta Toer yang dengan cermat menuliskan kudeta Ken Arok terhadap kerajaan Kediri dalam Arok Dedes, dan kisah Tetralogi Buru yang menceritakan kondisi Indonesia pasca kemerdekaan.

Selain Pram, penulis sastra realis Indonesia yang ceritanya memukau karena terinspirasi dari kebenaran adalah Y. B. Mangunwijaya, yang sering pula disebut sebagai Romo Mangun.

Salah satu karya sastra memukau Romo Mangun adalah Trilogi Rara Mendut, terdiri dari Roro Mendut (diterbitkan 1983), Genduk Duku (diterbitkan 1987), dan Lusi Lindri (diterbitkan 1994).

Rara Mendut sendiri adalah tokoh yang cukup kontroversial.

Melansir Tribun Jogja, tentang Rara Mendut ada beberapa kesamaan di sejumlah versi.

Dia perempuan yang konon seksi, sensual, cantik jelita, berasal dari kampung nelayan di pesisir Kadipaten Pati (Kabupaten Pati sekarang).

Kisahnya berkelindan dengan drama seru pemberontakan Adipati Pragola (II), yang angkat senjata menentang kekuasaan Sultan Agung di Kerta (Mataram).

Pragola (II) ini sesungguhnya masih saudara sepupu dengan Raden Mas Jolang (Sultan Agung).

Pragola adalah anak Pangeran Puger, putra Panembahan Senopati yang mendirikan tahta Mataram di Kotagede.

Sesudah Sultan Agung bertahta, Puger jadi Adipati Demak, yang kemudian angkat senjata sebelum ditumpas.

Nah, kematian Pangeran Puger ini rupanya membawa dendam di benak Adipati Pragola (II).

Lebih-lebih Adipati Pragola (I), juga pernah angkat senjata menantang Panembahan Senopati.

Ini jadi semacam bara yang menahan kebencian Adipati Pati terhadap kekuasaan Mataram.

Kisah Rara Mendut diawali dari pemberontakan Pragola.

Novel Rara Mendut karya Y. B. Mangunwijaya berkisah tentang kisah Rara Mendut
Novel Rara Mendut karya Y. B. Mangunwijaya berkisah tentang kisah Rara Mendut

Sultan Agung memimpin langsung pembasmian ke Pati, dan saat itu ikutlah Tumenggung Wiroguno sebagai panglima perang.

Cerita klasik babad mengisahkan, Pragola ketika menghadapi Sultan Agung mengenakan baju zirah (baju besi) milik pelaut Portugis yang disebut Baron Sekeber.

Versi lain menyebut Baron Skeber, keturunan bangsawan Belanda.

Namun Pragola akhirnya tumbang di tangan prajurit pemegang payung Sultan Agung.

Pati ditaklukkan, kekayaan dijarah, gadis-gadis dan perempuan cantik di Pati diboyong ke Mataram, termasuk Roro Mendut, yang ketika itu jadi selir Pragola.

Ia dibawa paksa ke ibukota Mataram, ke rumah Tumenggung Wiroguno.

Terpesona kecantikannya, dan karena ingin punya keturunan, Wiroguna ngotot mempersunting Mendut menjadi istrinya.

Mendut melawan bangsawan tua itu dan terus melawan.

Wiroguno menjadi kesal dan memasukkan Rara Mendut ke daftar taklukan yang harus membayar pajak ke Mataram, hal ini membuat Mendut memutar otak supaya bisa mengumpulkan kepeng demi kepeng untuk pasokan ke kerajaan.

Bermodal tubuh dan kecantikannya, Mendut berjualan rokok di sebuah pasar dan tempat orang biasa menyabung ayam.

Tempat itu bernama Pasar Prawiromanten, atau kemudian hingga saat ini disebut Balong, letaknya di selatan Keraton Kerta.

Mendut menjual mahal rokok lintingannya, karena yang diburu adalah rokok yang dikulumnya lebih dulu.

Lebih mahal lagi puntung rokok atau tegesan. Unsur erotisme muncul dalam "sanepan" demikian.

Pak Muhayat (86), putra mantan juru kunci situs makam Mendut menafsirnya demikian.

"Menurut tafsir saya, itu kan kiasan tentang apa yang dijalankan Mendut. Rokok yang dicari koq "tegesan", ini nurut saya ada unsur seksualitasnya. Transaksi seks. Itu pendapat saya lho ya, bisa saja orang lain menafsir beda," kata Pak Muh, sapaan akrab pensiunan guru ini di Dusun Gandu, pekan lalu.

Situs makam Roro Mendut dan Pronocitro diyakini terletak di bon suwung Dusun Gandu, Desa Sendangtirto, Berbah, Sleman.

Dusun ini terletak di sebelah selatan Jalan Wonosari Km 10, arah jalannya tembus ke Prangwedanan dan Segoroyoso.

Mendut akhirnya bisa mengumpulkan uang cepat dan banyak dari lapak yang digelarnya.

Hingga suatu saat Mendut bertemu Pronocitro, penyabung ayam yang juga datang ke keramaian itu.

Mereka jatuh cinta di pandangan pertama.

Versi cerita rakyat di Pati, sesungguhnya Mendut dan Pronocitro sudah sejak awal berhubungan.

Mereka merajut cinta sejak Mendut masih tinggal di kampung nelayan pesisir Pati, sebelum dirampas Pragola dan jatuh ke tangan Wiroguno.

Mengetahui perkembangan Mendut yang merajut hubungan lagi dengan Pronocitro, murkalah Wiroguno.

Hatinya dibakar api cemburu. Ia memerintahkan pencarian Pronocitro untuk ditumpas hidupnya.

Pemuda itu akhirnya tewas di tangan pasukan Wiroguno.

Jasadnya dikubur di hutan Ceporan, Gandu.

Kematian Pronocitro sampai juga ke telinga Mendut, yang masih tinggal di keputren rumah Wiroguno.

Mendut tak percaya. Wiroguno mengajak Mendut melihat makam Pronocitro untuk membuktikannya.

Sampai di lokasi, Mendut histeris. Wiroguno memaksanya menarik pulang.

Saat tarik-tarikan itulah, Mendut mencuri kesempatan melolos keris Wiroguno, lalu ditikamkan ke tubuhnya.

Mendut tewas tak jauh dari makam kekasihnya.

Versi cerita klasik lain yang kerap dipanggungkan lewat seni ketoprak, Pronocitro dan Mendut terbunuh saat lari dari cengkeraman Wiroguno.

Mereka dikejar tentara Wiroguno, ditemukan di pesisir "lautan" yang diduga Segoroyoso, laut buatan dari bendungan Kali Opak.

Di tempat itulah keduanya terbunuh, dan kemudian dimakamkan satu liang di Gandu, sebelah utara Segoroyoso.

Kisah serupa jadi penutup di bagian pertama trilogi novel Roro Mendut karya Romo Mangun.

Karya sejarah klasik Jawa era Mataram yang disusun HJ de Graaf tak menyinggung kisah Roro Mendut ini.

Namun tentang sepak terjang Tumenggung Wiroguno diulas cukup mendetail di dua era kekuasaan yang dilaluinya, masa Sultan Agung dan penggantinya, Amangkurat I.

Baca Juga: Sampai Membakar Keponakan dan Istananya Sendiri, Kaisar Yongle Ciptakan Teror Mengerikan di Era Dinasti Ming, Incar Ribuan Gundik dari Korea yang Ditahan untuk Belajar Puaskan Kaisar

Artikel Terkait