Intisari-Online.com – Pada suatu hari, Nidal Abu Eid sedang mengolah tanahnya di Khan Younis Jalur Gaza, ketika dia menemukan patung kepala mengenakan mahkota ular.
“Patung itu berlumpur ketika saya mencucinya dengan air, saya menyadari bahwa itu adalah hal yang berharga,” katanya kepada The New Arab.
“Awalnya, saya berharap akan menjualnya kepada seseorang untuk menghasilkan uang, namun seorang arkeolog mengatakan kepada saya bahwa itu memiliki nilai arkeologis yang besar.”
Para ahli berpikir patung setinggi 22,86 cm itu menggambarkan Anat, dewa cinta dan perang Kanaan, diperkirakan kepalanya itu berasal dari 2500 SM.
Orang Kanaan adalah orang kafir yang pernah tinggal di sepanjang rute perdagangan penting di daerah yang sekarang dikenal sebagai Jalur Gaza.
Sebuah lokasi kunci ketika membicarakan perdagangan antara negara dan kerajaan di zaman kuno, maka wilayah ini penuh dengan situs arkeologi, beberapa terhubung ke keluarga kerajaan peradaban kuno.
Anat, dikenal juga sebagai Anath, adalah salah satu dewi Kanaan yang paling populer.
Dewi ini dikenal karena temperamennya yang keras dan perannya dalam mitos Baal, di mana dia membantu menyelamatkan dari dunia bawah.
Patung batu kapur yang ditemukan itu menggambarkan Anat mengenakan mahkota ular, yang biasa dikenakan oleh para dewa sebagai tanda kekuatan dan ketahanan.
Jamal Abu Rida, direktur Kementerian Pariwisata dan Purbakala di Gaza, menggunakan karya seni berusia 4.500 tahun dan hubungannya dengan orang Kanaan untuk memperdebatkan kedaulatan Palestina atas Jalur Gaza, menurut BBC.
Kementerian tersebut dijalankan oleh Hamas, kelompok militan nasionalis Palestina yang memerintah Jalur Gaza.
“Penemuan semacam ini membuktikan bahwa Palestina memiliki peradaban dan sejarah,” kata Abu Rida, mengutip BBC.
Mengingat sejarahnya yang panjang dan hubungannya dengan Yudaisme, Islam, dan Kristen, maka kawasan Jalur Gaza kaya akan penemuan arkeologis.
Pada bulan Februari, misalnya, pekerja konstruksi di Gaza utara menemukan lebih dari 24 makam yang berkaitan dengan pemakaman Romawi berusia 2.000 tahun.
Abu Rida mengatakan kepada Al Jazeera, bahwa ‘kondisi yang memburuk’ di Jalur Gaza berarti sedikit dana untuk penggalian arkeologi dan pelestarian sejarah.
Hamas dikritik di masa lalu karena berurusan dengan barang antik dan situs arkeologi.
‘Politik sejak lama membuat rumit pekerjaan arkeologi’ di Gaza, menurut AP pada tahun 2017.
Seperti keputusan Hamas menghancurkan Tel Es-Sakan, adalah salah satu kontroversi tersebut.
Kota Kanaan Zaman Perunggu, rumah bagi penggalian arkeologi yang sudah berlangsung lama, diratakan untuk dijadikan pangkalan militer dan proyek konstruksi lainnya.
Pada tahun 2017, menurut Abu Rida kepada AP, meskipun kota itu adalah situs arkeologi yang dilindungi, namun kementeriannya ‘tidak dapat menghentikan Otoritas Tanah yang lebih kuat’ untuk menghancurkannya.
Gaza dan Tepi Barat, yang disebut sebagai Palestina, bukanlah negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, tetapi merupakan anggota Unesco, cabang budaya PBB.
Tempat itu menjadi rumah bagi tiga situs Warisan Dunia resmi, termasuk Gereja Kelahiran dan rute ziarah di Betlehem.
Kota Tepi Barat dikatakan sebagai tempat kelahiran Yesus, dan lanskap budaya Yerusalem Selatan.
Saat ini, pariwisata di Gaza sangat dibatasi karena blokade Israel yang dilakukan pada 2007 ketika Hamas merebut wilayah itu.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari