Intisari - Online.com - Larangan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia mulai berlaku hari Kamis ini dalam salah satu kasus perlindungan pangan paling drastis sejak perang bergejolak di Ukraina.
Indonesia sebagai pengirim teratas memberlakukan larangan menyeluruh pada ekspor minyak goreng, yang mencakup produk minyak sawit di seluruh rantai nilai.
Sulit untuk melebih-lebihkan pentingnya minyak tropis seperti yang ditemukan di mana-mana saat ini -- dalam makanan, sabun, lipstik, dan bahkan tinta cetak -- yang menjadikan langkah Indonesia penting bagi dunia.
Langkah itu menambah dampak invasi Rusia ke Ukraina, yang menjerumuskan pasar minyak nabati global ke dalam kekacauan, seperti ditulis oleh Anuradha Raghu, Pratik Parija, dan Echo Listyorini dalam artikel opini mereka di Bloomberg.
Dengan melonjaknya biaya makanan ke titik tertinggi sepanjang masa, pemerintah mengambil langkah-langkah untuk mengamankan pasokan mereka sendiri.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mendesak para pemimpin untuk menjaga perdagangan tetap terbuka, memperingatkan bahwa proteksionisme akan menaikkan harga dan menyebabkan rak kosong di negara-negara yang bergantung pada impor.
Dalam sebuah langkah yang menggambarkan tekad negara untuk menegakkan larangan tersebut, Angkatan Laut mengatakan pihaknya menahan dua kapal tanker yang membawa minyak sawit menuju India dan Uni Emirat Arab karena dugaan pelanggaran kontrol ekspor.
TNI AL akan meningkatkan pengawasan dan pengamanan di perairan negara itu untuk mencegah penyelundupan.
Larangan ekspor Indonesia adalah “inflasi untuk semua orang,” kata Atul Chaturvedi, presiden Asosiasi Ekstraktor Pelarut India.
India adalah importir utama minyak sawit dan mendapat sekitar 45% pasokannya dari negara Asia Tenggara itu.
“Jika rantai pasokan terganggu, perusahaan akan mencoba menjatah pasokan mereka karena mereka tidak tahu apa yang akan terjadi besok.”
Negara ini tentu tidak mudah menavigasi larangan ekspor kelapa sawitnya.
KOMENTAR