Dituduh Hanya Ulang Kesalahan Tiga Bulan Silam, Kenekatan Jokowi Larang Ekspor CPO Bakal Bikin Industri Lain 'Megap-megap', Balasan dari Negara Ini Pemicunya

Ade S

Editor

Ilustrasi minyak goreng
Ilustrasi minyak goreng

Intisari-Online.com -Kebijakan pemerintah Indonesia di bawah Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor minyak goreng dinilai hanya mengulang kesalahan yang terjadi tak sampai 4 bulan lalu.

Kesalahan yang pernah membuat Indonesia langsung dihantam kritikan dari banyak negara di dunia.

Terutama tiga negara yang merupakan importir terbesar dari CPO (crude palm oil), yaitu India, China, dan Pakistan.

Saat itu, ketiga negara tersebut, terutama china memprotes kebijakan yang dikeluarkan oleh Jokowi.

Maka, bukan tidak mungkin kebijakan terbaru yang akan berlaku pada 28 April 2022 akan kembali membuat 'berang' pemerintah negara-negara tersebut.

Jika hal ini sampai terjadi, ada beberapa industri yang diprediksi akan terganggu, walau justru ada satu lini industri yang bakal ketiban untung.

Kebijakan Jokowi

Seperti diketahui, Jokowi mengumumkan bahwa pemerintah Indonesia akan melarang ekspor CPO.

Keputusan tersebut diambil usai Jokowi menggelar rapat bersama para menteri pada Jumat (22/4/2022).

"Dalam rapat saya putuskan melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis 28 April 2022 sampai batas waktu yang ditentukan," kata Jokowi dalam keterangan videonya yang disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, seperti dilansirtribunnews.com.

Jokowi menegaskan bahwa kebijakan tersebut perlu diambil demi menjaga pasokan minyak goreng di dalam negeri tetap melimpah.

Dengan pasokan yang melimpah, diharapkan pada akhirnya harga minyak goreng yang sempat melambung tinggi dapat ditekan semurah mungkin.

"Saya akan terus memantau dan mengevaluasi kebijakan ini agar ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melimpah dengan ketersediaan terjangkau,"tutur Jokowi.

Namun, beberapa pakar ekonomi kenamaan Indonesia justru menganggap bahwa kebijakan Jokowi tersebut kurang tepat.

Bahkan ada yang berani menyebut bahwa apa yang dilakukan oleh Jokowi hanyalah mengulang kesalahan yang dilakukannya pada awal 2022 ini.

Salah seorang ekonom yang menyoroti kebijakan Jokowi adalah Direktur Indef Tauhid Ahmad.

DilansirKontan.co.idpada Minggu (24/4/2022), kebijakan Jokowi akan menuai berbagai polemik dalam jangka panjang.

Dampak pertama yang muncul, menurut Tauhid, adalah turunnya pemasukan negara dari pungutan ekspor CPO.

"Kedua, pajak ekspor akan turun, ini angkanya agak besar. Lalu ketiga, kita akan kehilangan devisa, yang secara tahunan devisa daripada CPO ini antara Rp 400 triliun-Rp 500 triliun, itu besar sekali. Ini akan sangat rugi dari sisi itu," ucap Tauhid.

Tauhid juga membeberkan kemungkinan datanya desakan dari sisi global, khususnya dari para pengimpor CPO Indonesia.

Desakan dari negara-negara seperti China, India, dan AS tersebut bisa berupa "balasan" dalam wujud larangan komoditas-komoditas penting yang selama ini kita impor dari mereka.

Suatu kondisi yang bisa menimbulkan lonjakan harga pada komoditas-komoditas tersebut.

"Termasuk bahan baku industri, seperti besi dan baja yang dari impor itu akan dijadikan balasan. Saya kira artinya dia (harga minyak goreng) akan turun sementara, tapi karena nggak kuat dengan situasi, kemungkinan akan dicabut kebijakannya. Jadi bersifat sementara," jelasnya.

Hal senada disampaikan olehEkonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira.

Bhima menilai pemerintah tidak harus sampai menyetop ekspor hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sebab, larangan ekspor CPO hanya akan mengulang kebijakan yang sempet diambil Jokowi pada Januari 2022 silam.

“Apakah masalah (pemenuhan CPO di dalam negeri) akan selesai? Kan tidak, justru diprotes oleh calon pembeli di luar negeri,” ucap Bhima seperti dilansir Tribunnews, Minggu (24/4/2022).

“India, China, Pakistan yang akan memberikan respon, karena mereka importir CPO terbesar dan merasa dirugikan dengan kebijakan ini,” sambungnya.

Meski demikian, kebijakan Jokowi melarang CPO yang bisa memicu impor baja dari negara luar seperti China justru bisa membuat industri baja Indonesia yang selama ini tertekan oleh impor dari China akan semringah.

Produk-produk baja mereka bisa jadi kembali menjadi pilihan saat impor baja dari China terhambat.

Baca Juga: Bak Kejatuhan Durian Runtuh di Balik Menderitanya Rusia, Siapa Sangka Negara yang Nyaris Tak Dikenal Ini Malah Untung Besar Gara-gara Amerika Jatuhkan Sanksi Ekonomi ke Rusia

Baca Juga: Namanya Terseret Korupsi Minyak Goreng dan Izin Ekspor CPO Indonesia, Beginilah Kondisi Gurita Sawit Wilmar Grup yang Miliki Berhektar-hektar Lahan Sawit di Berbagai Negara

Artikel Terkait