Intisari-Online.com - Kerja sama militer antara Australia dan Inggris sudah berlangsung selama beberapa dekade.
Inggris dan Australia sedang mendekati kecocokan industri pertahanan alami yang tidak selalu ada.
Keduanya membangun kelas fregat yang sama, yang dirancang oleh Inggris.
Keduanya menerbangkan jet tempur F-35, dan pesawat patroli P8, dan bahkan akan segera menerbangkan pesawat pengintai E7.
Dengan anggaran yang relatif ketat, keduanya berusaha membangun kemampuan ruang angkasa yang lebih berdaulat untuk mendukung Amerika Serikat (AS).
Setelah penandatanganan perjanjian AUKUS, Inggris bersama dengan AS juga membantu Australia dengan pembangunan kapal selam nuklir untuk melawan China di Pasifik.
Melalui laporan terbaru, hubungan keduanya bahkan lebih dalam lagi, ketika terungkap bahwa pilot angkatan udara Australia terlibat melakukan serangan drone di Timur Tengah.
Melansir abc.net.au, Kamis (21/4/2022), Departemen Pertahanan Australia untuk pertama kalinya mengkonfirmasi jumlah total pilotnya yang dikerahkan ke Inggris.
Pilot-pilot itu dikerahkan dalam misi rahasia untuk mengoperasikan drone bersenjata Inggris dari jarak jauh, termasuk penerbangan mematikan di Timur Tengah.
Dalam pengungkapan Kebebasan Informasi, departemen itu mengungkapkan 32 personel Angkatan Pertahanan Australia (ADF) saat ini ditempatkan di "unit sistem udara tak berawak" di Inggris, sementara satu lainnya bekerja di AS.
Rincian penyebaran para pilot dijaga ketat, tetapi pada tahun 2020 peneliti Inggris melaporkan bahwa pilot Royal Australian Air Force (RAAF) telah menerbangkan drone MQ-9A Reaper buatan Amerika ke Suriah dan Irak untuk Royal Air Force (RAF) Inggris, seperti halnya kontraktor swasta.
Pengungkapan publik pertama di Inggris bahwa orang Australia mengoperasikan drone bersenjata untuk RAF dimuat dalam laporan tahunan 2020 dari Otoritas Infrastruktur dan Proyek Inggris (IPA).
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR