Kemesraannya Selama Hampir 1 Abad Bisa Bikin Israel Cemburu, Arab Saudi Kini Malah Mulai Sering Bikin AS Senewen, Ternyata Bukan Rusia Pemicu Awalnya

K. Tatik Wardayati

Editor

Hubungan AS dan Arab Saudi yang mulai retak, apa penyebabnya?
Hubungan AS dan Arab Saudi yang mulai retak, apa penyebabnya?

Intisari-Online.com – Sekitar tahun 1933 sampai 1934, AS banyak menemukan tambang minyak di kawasan Timur Tengah, terutama di wilayah Arab Saudi, Bahrain, dan Kuwait.

Karena melihat potensi tambang minyak tersebut, maka AS langsung berkonsentrasi mengembangkan potensi tersebut.

Standard Oil Company milik AS kemudian resmi beroperasi pada 29 Mei 1933 dan melakukan penambangan minyak di bagian timur Arab Saudi.

Pangeran Khalid dan Pangeran Faishal yang mengunjungi Gedung Putih dan bertemu dengan Presiden AS Franklin Delano Roosevelt, semakin memperkuat kerja sama antarkedua negara tersebut.

Pada waktu itu, AS juga memberikan bantuan keamanan kepada Saudi lantaran sudah memberikan akses muda untuk melakukan penambangan minyak di wilayah Saudi.

Dan kesepakatan itu pun terealisasi dan diresmikan langsung oleh Raja Ibnu Saud saat bertemu Roosevelt di kapal USS Quincy, pada 14 Februari 1945.

Memang hubungan AS dan Arab Saudi tidak selalu mulus, bahkan terkadang mengalami pasang surut.

Contohnya saja, Raja Faishal pernah melakukan embargo minyak kepada AS karena Presiden Richard Nixon dipandang memihak Israel dalam pertempuran Yom Koppur.

Tetapi akhirnya kedua negara itu beroposisi melawan Uni Soviet.

Keeratan hubungan Saudi dan AS semakin jelas ketika Saudi menjadi sekutu penting bagi AS saat Perang Teluk yang terjadi sepanjang tahun 1990-1991.

Saudi yang berada di bawah kepemimpinan Raja Fahd berkoalisi dengan AS untuk menyerang Irak.

Fahd sendiri sangat mengecam invasi yang dilakukan Irak terhadap Kuwait, sehingga meletuslah Perang Teluk.

Dalam peristiwa Perang Teluk, Saudi melakukan serangan tak terduga sebanyak 7 ribu kali kepada pihak Irak, sementara pihak AS sebanyak 230 ribu tentara juga diturunkan untuk melindungi Kuwait dari gempuran Irak.

Lalu, pada Oktober 2020, Tawazun Gulf Trading Grup yang berasal dari Arab Saudi menandatangani nota kesepahaman dengan perusahaan asal AS, Advanced CNG Technologies Inc, untuk membuat rudal di negeri Raja Salman itu.

Proyek tersebut diluncurkan pada semester kedua 2020 di Riyadh.

Kemesraan hubungan antara dua negara Arab Saudi dan Amerika Serikat yang hampir berjalan satu abad yang membuat Israel cemburu, rupanya kini sering bikin AS senewen. Apa sebabnya?

Dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi perpecahan antara Amerika Serikat dan Arab Saudi telah melebar, setelah dimulainya operasi militer khusus Rusia di Ukraina.

Mengutip laporan pejabat senior dari kedua negara pada The Wall Street Journal (WSJ), Selasa (19/4/2022), “Setelah dimulainya operasi Rusia di Ukraina, pemerintahan Presiden AS Joe Biden ingin Arab Saudi memproduksi lebih banyak minyak untuk merusak sektor keuangan dan militer ekonomi Rusia.”

Menurut WSJ, “Kepentingan komersial dan politik Riyadh telah berubah secara signifikan setelah Saudi menjadi pemasok minyak terbesar ke China dan berhenti menjualminyak sebanyak yang telah mereka lakukan selama beberapa dekade.”

Seorang pejabat senior AS juga mengatakan, “Saat ini, pemerintahan Biden tidak meminta Saudi untuk memompa lebih banyak minyak tetapi untuk menahan diri dari tindakan apa pun yang akan merugikan upaya Barat di Ukraina.”

Sementara pejabat Saudi mengatakan bahwa mereka percaya risiko utama bagi Amerika Serikat adalah terletak pada keselarasan Riyadh dengan China dan Rusia.

Sikap pemerintahan Biden di Yaman serta pembunuhan kolumnis Arab Saudi Jamal Khashoggi merupakan masalah paling sulit dalam hubungan bilateral antara kedua negara itu.

Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman kesal dengan tuduhan AS bahwa dia berperan dalam pembunuhan Khashoggi.

Laporan WSJ itu mengatakan, “Mohammed bin Salman juga marah dengan keputusan pemerintahan Biden untuk menghapus Houthi dari daftar organisasi teroris dan mengurangi dukungan untuk kampanye militer di Yaman yang dipimpin Saudi.”

Sementara itu, pada Sabtu (16/4/2022), Presiden Rusia Vladimir Putin mengadakan panggilan telepon dengan Mohammed bin Salman untuk membahas krisis di Ukraina dan Yaman, serta kesepakatan OPEC+ tentang pengurangan produksi minyak.

Baca Juga: Gara-Gara Perang Rusia-Ukraina, Ternyata Berpengaruh Pada Reputasi Amerika, Sekutu Amerika di Timur Tengah Ini Langsung Berpaling dari AS, Apa Penyebabnya?

Baca Juga: Pantas Berani Banget Bikin Biden Dongkol dengan Tolak Teleponnya, Sohib Amrik yang Kebanjiran Cuan dalam Invasi Ukraina Ini Ternyata Sedang 'Mepet' Pejabat Rusia

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait