Advertorial
Intisari-Online.com -Shanghai, Chinasaat ini menjadi rumah bagi wabah viruscorona terbesar di negara itu, dengan 23.000 kasus lokal baru dilaporkan pada Sabtu (9/4/2022), menurut AP.
Sebenarnya, hanya lebih dari 1.000 orang menunjukkan gejala, sementara sebagian besar kasus tersebut asimtomatik.
Namun, China terus mempraktikkan kebijakan penguncian yang ketat dengan26 juta orang tetap dikurung dalam lockdown.
Kota ditutup sejak akhir bulan lalu, dan inisiatif pengujian massal digelar.
Kebijakan ketat Covid-19 "tanpa toleransi" di China itu membuat warganya menjadi frustasi.
Dilansir dari Newsweek pada Sabtu (9/4/2022), warga semakin mengeluh tentang penguncian.
Banyak yang mengatakan mereka terjebak di rumah dan apartemennya tanpa kebutuhan dasar, karena sebelumnya 'panic buying' dan terbatasnya persediaan di toko kelontong.
Video media sosial menampilkan adegan kacau orang-orang yang memperebutkan makanan di toko, sementara yang lain meminta bantuan untuk mencari obat.
Dalam beberapa kasus, protokol karantina Covid-19 China yang sangat ketat bahkan membuat pemilik hewan peliharaan tidak dapat membawa anjing mereka keluar, menurut CNBC.
Penguncian Shanghai juga telah membatasi personel medis dan menyebabkan kekurangan staf yang signifikan di rumah sakit.
Kepada AP pada Sabtu (9/4/2022), kerabat pasien di rumah sakit Perawatan Lansia Donghai Shanghai mengatakan orang yang mereka cintai tidak menerima perawatan yang layak.
Masalahnya, pekerja yang telah melakukan kontak dengan virus dipaksa untuk dikarantina.
Beberapa penduduk di seluruh kota telah bersuara menentang penguncian dengan berdiri di balkon mereka dan berteriak-teriak sebagai protes.
Namun, pihak berwenang dengan cepat menanggapi hal ini dengan menerbangkan drone di atas bangunan tempat tinggal, memberi tahu orang-orang untuk "mengendalikan haus jiwa Anda akan kebebasan. Jangan buka jendela dan berteriak."
Yang lain telah menyatakan frustrasi mereka tentang kondisi penguncian saat ini melalui media sosial.
"Ini kekacauan. Ini adalah kota yang sangat padat penduduknya dan ada begitu banyak orang sehingga saya pikir pasokan pemerintah tidak cukup," kata seorang warga saat membahas kekurangan makanan, menurut France 24.
"Mereka mengatakan pemerintah akan memasok makanan, tapi kami hanya memiliki satu persediaan sekitar delapan hari yang lalu. Itu hanya beberapa sayuran dan saya pribadi sudah kehabisan mereka," protesnya.
'Saya tidak tahu kapan mereka akan mengirim dan tidak ada akhir yang terlihat. Kami tidak tahu kapan kami akan dibebaskan."
Kekacauan lockdown tak berhenti sampai di sini.
Bahkan, petugas kesehatan di Shanghai dilaporkan memukuli anjing peliharaan sampai mati setelah tahu pemiliknya positif Covid-19.
Sebuah video pemukulan di kompleks perumahan di distrik Pudong di kota itu memicu kemarahan setelah menjadi viral pada Rabu (6/4) di media sosial China.
Video yang tampaknya direkam oleh seorang penduduk di gedung terdekat, menunjukkan seorang pekerja pencegahan Covid - mengenakan alat pelindung dari ujung kepala hingga ujung kaki - mengejar corgi di jalan dan memukulnya tiga kali dengan sekop.
Video itu kemudian menunjukkan anjing itu berbaring tak bergerak.
Dalam dua foto yang diposting online, corgi terlihat berlari mengejar bus yang dikatakan membawa pemiliknya ke fasilitas isolasi.
Foto lain menunjukkan tubuh anjing itu dibawa pergi dalam kantong plastik.
Menurut majalah yang dikelola pemerintah China News Weekly, pemilik corgi berada di karantina pada saat serangan itu terjadi karena dirinya dinyatakan positif Covid-19.
Pemilik corgi ini pun memutuskan melepaskan anjing itu ke jalan-jalan setelah tidak dapat menemukan siapa pun untuk merawat hewan itu selama dia tidak ada.
"Pada akhirnya, saya pikir saya bisa membiarkan (corgi) lepas di luar untuk menjadi liar, setidaknya tidak akan mati kelaparan," tulis pemiliknya dalam sebuah grup online, menjelaskan bahwa dia tidak memiliki makanan anjing yang tersisa di rumah, dikutip China News Weekly.
"Saya tidak pernah berpikir begitu kami pergi, dia akan dipukuli sampai mati,” lanjutnya.