Intisari-Online.com - Perang Rusia dan Ukraina telah menyebabkan Rusia mendapatkan sanksi ekonomi dari berbagai negara.
Salah satu sanksi ekonomi akibat perang Rusia adalah Ukraina adalah dilarangnya minyak dan gas dari Rusia.
Hal ini membuat harga minyak dan gas langsung melambung tinggi. Khususnya di Eropa dan AS.
Hingga hari ini,harga minyak dan gas meroketmencapai lebih dari 100 Dollar AS per barel.
Melihat hal ini, Amerika Serikat (AS) selaku negara yang memberikan sanksi ini kepada Rusia diam-diam mengalihkan perhatiannya ke negara penghasil minyak dan gas bumi lainnya.
Dilansir darifoxnews.com pada Selasa (15/3/2022), pejabat senior AS secara diam-diam melakukan perjalanan ke Venezuela selama akhir pekan.
Tujuannya untuk mencabut hubungan bermusuhan dengan sekutu top Vladimir Putin di Amerika Latin.
Ya, Venezuela sedang menerima beberapa sanksi dari AS.
Misalnya mereka dikenakan sanksi dan didakwa di New York atas tuduhan perdagangan narkoba.
Juga di bawah U8 Sanksi, Chevron (perusahaan minyak AS terakhir di Venezuela) dilarang melakukanproses minyak mentah.
Hal ini menyebabkan krisis ekonomi hingga Venezuela disebut bangkrut pada 2019.
Padahal Venezuelamemiliki cadangan minyak terbukti terbesar di dunia.
Tetapiproduksinya saat ini 2,3 kali lebih sedikit daripada tahun 1970-an.
Meski begitu, negara ini masih dikenal dibanding negara lain dalam menghasilkan minyak dan gas.
Hal itulah yang membuat Venezuela pernah menjadi salah satu negara terkaya di Amerika Selatan.
Sayangnya, jatuhnya harga minyak pada 1980-an dan kebijakan ekonomi yang gagal mengakhiri keunggulan finansial di wilayah tersebut.
Nah, kini setelah sanksi kepada Rusia, Venezuela mendadak didekati banyak negara termasuk AS.
Semuanya gara-gara minyak dan gas.
Pemerintahan Joe Biden kini sedangmempertimbangkan untuk melonggarkan sanksi minyak yang sulit pada Venezuela dengan imbalan yang baik.
Tapi beberapa anggota parlemen AS dilaporkan tidak mau ASmengimpor minyak dari Venezuela di tengah perang Rusia di Ukraina.
Alasannya karena AS membenci pemerintahan Presiden Venezuela,Nicolás Maduro.
"Nicolás Maduro adalah kanker bagi belahan bumi kita dan kita tidak boleh membuatnya 'hidup kembali'," kata Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat Bob Menenderez dalam sebuah pernyataan pada hari Senin.