Rasis Banget, Media Barat Klaim Ukraina Tak Layak Jadi Medan Perang karena Penduduknya Lebih Beradab Dibanding Irak dan Afghanistan, Agama Pun Dibawa-bawa

Khaerunisa

Penulis

Pengungsi Ukraina
Pengungsi Ukraina

Intisari-Online.com - Banyak kecaman ditujukan terhadap invasi Rusia di Ukraina, media internasional pun terus melaporkan perkembangan yang terjadi.

Tetapi, rupanya tak sedikit media Barat yang meliput isu ini dengan sudut pandang seorang rasis.

Sebagaimana diwartakan Middle East Eye, koresponden Barat tak jarang meliput konflik di Ukraina sembari menyinggung konflik bersenjata di Timur Tengah.

Membandingkan Ukraina dengan negara-negara Timur Tengah yang juga menjadi tempat konflik berkecamuk, sejumlah media Barat menyebut Ukraina lebih beradab.

Bahkan, muncul penyebutan terkait warna kulit hingga agama.

Umumnya, media-media tersebut menunjukkan keterkejutan karena konflik meletus di Eropa yang disebut “lebih beradab” dibanding yang lain.

“Mereka terlihat seperti kita. Itulah yang membuat ini sangat mengejutkan,” tulis jurnalis dan mantan politikus Konservatif Inggris Raya, Daniel Hannan, dalam kolomnya untuk The Telegraph.

“Ukraina adalah suatu negara Eropa. Rakyatnya menonton Netflix dan punya akun Instagram, memilih dalam pemilu yang bebas dan membaca surat kabar tanpa sensor. Perang tidak lagi sesuatu yang menimpa populasi terpencil dan melarat. Itu bisa terjadi pada siapa saja,” tulisnya.

Baca Juga: Kini Serang Ukraina Mati-matian, Nyatanya Bukan Perang yang PernahBikin RusiaHancur Lebur Sampai Jadi Pusat Kanibalisme, Untung DiselamatkanMusuh Besarnya Ini

Baca Juga: Bangsa Viking Terbukti Bukanlah si Pirang Bermata Biru Seperti Tercatat dalam Sejarah, Lalu Bagaimana Gambaran Bangsa yang Dikenal Sebagai Perompak Brutal Ini?

Kemudian, koresponden senior CBS News, Charlie D’Agata, mengucapkan komentar rasis saat melakukan siaran langsung di Kiev, meski kemudian ia menyatakan permintaan maafnya.

“Ini bukanlah tempat, dengan segala hormat, yang seperti Irak atau Afghanistan yang telah melihat konflik berkobar selama berdekade-dekade,” kata D’Agata.

“Ini (Ukraina) relatif beradab, relatif Eropa—saya harus memilih kata-kata ini dengan hati-hati—kota yang mana kamu tidak akan menduga (perang) akan terjadi, atau berharap bahwa itu (perang) akan terjadi.”

Sementara koresponden NBC News, Kelly Cobiella, melontarkan komentar rasis dengan menyinggung tentang warna kulit dan agama.

“Ini bukanlah para pengungsi dari Suriah, para pengungsi ini dari Ukraina. Mereka Kristen, mereka putih, mereka sangat mirip (dengan dia),” kata Cobiella.

Seorang analis yang tampil di kanal televisi Prancis, BFMTV, juga membuat komentar rasis.

“Kita di sini tidak bicara tentang orang Suriah kabur dari bombardir rezim Suriah yang disokong Putin, kita bicara tentang orang Eropa yang kabur dengan mobil yang mirip dengan punya kita untuk menyelamatkan hidup,” kata analis tersebut.

Bukan hanya itu saja. Media internasional yang berbasis di Qatar, Al Jazeera, juga kecolongan komentar rasis oleh salah seorang presenternya.

Baca Juga: Hanya Gara-gara Satu Kata yang Hilang Ini, Pakar Pertahanan Australia Nekat Sebut Pernyataan Jokowi Terkait Konflik Rusia-Ukraina Sebagai Hal Dungu

Baca Juga: Cara Cek Weton Hari Ini Tanggal 1 Maret 2022 Menurut Kalender Jawa, Weton Selasa Legi, Pekerjaan yang Cocok Untuknya Berdasarkan Primbon Jawa

Atas komentar presenternya, Al Jazeera sendiri kemudian meminta maaf dan mengakui bahwa si presenter insensitif dan insiden ini akan ditindaklanjuti.

Presenter Al Jazeera tersebut membandingkan arus pengungsi Ukraina dengan Timur Tengah.

“Mereka tidak terlihat seperti pengungsi yang pergi dari wilayah-wilayah di Timur Tengah yang masih dilanda perang besar. Mereka bukanlah orang yang pergi dari Afrika Utara. Mereka terlihat seperti keluarga Eropa mana pun yang tinggal di sebelah Anda,” kata presenter tersebut.

Sementara itu, menanggapi banyaknya peliputan dengan komentar rasis oleh media Barat, Asosiasi Jurnalis Arab dan Timur Tengah (AMEJA) mengecam fenomena tersebut.

“Kami menolak implikasi orientalis dan rasis bahwa populasi atau negara mana pun itu ‘tidak berperadaban’ atau menyandang faktor ekonomis yang membuatnya layak dijadikan tempat konflik,” tulis pernyataan AMEJA dikutip Rudaw.

“Itu merefleksikan mentalitas yang meresap di jurnalisme Barat yang menormalisasi tragedi di bagian tertentu dunia.

"Itu dehumanisasi dan menerjemahkan pengalaman mereka dengan perang sebagai sesuatu yang normal dan bisa diduga,” lanjut pernyataan tersebut.

Baca Juga: Dikhianati Cuma dengan 'Selembar Kertas', Nasib Tragis Ukraina Usai Serahkan Senjata Nuklirnya, Dikhianati Rusia Hingga Bisa Bernasib Seperti Irak Jika Kembangkan Senjata Nuklir

Baca Juga: Dikhianati Cuma dengan 'Selembar Kertas', Nasib Tragis Ukraina Usai Serahkan Senjata Nuklirnya, Dikhianati Rusia Hingga Bisa Bernasib Seperti Irak Jika Kembangkan Senjata Nuklir

(*)

Artikel Terkait