Advertorial
Intisari-Online.com - Seseorang akhirnya berhasil menangkap buaya berkalung ban di Palu, Sulawesi Tengah dan membebaskannya dari benda yang menjerat binatang ini selama bertahun-tahun.
Seperti diketahui, sejak 2016, banyak orang yang mencoba menangkap buaya berkalung ban tersebut.
Mulai dari Panji Petualang, dua pakar pemerhati buaya dari Australia, Matt Wright dan Christ Willson, hingga terakhir Foresst Galante dan Tim Discovery Channel.
Namun, tak ada satu pun yang mampu menangkap buaya tersebut, dan kini akhirnya ada yang berhasil melakukannya.
Dia adalah warga asal Sragen bernama Tili, yang kini disebut warga sekitar lebih hebat daripada Panji Petualang.
Buaya itu berhasil ditangkap pada Senin (7/2/2022), setelah Tili mencobanya selama 3 pekan.
"Saya memang mau menangkapnya karena kasihan. Buaya itu terlilit ban selama bertahun-tahun," ucap Tili," dikutip Kompas.com.
Kisah penangkapan seekor buaya selama bertahun-tahun juga terjadi di Burundi, Afrika.
Tetapi, berbeda dengan buaya berkalung ban yang ditangkap untuk menolongnya melepas ban, warga Burundi berusaha menangkap buaya ini karena telah memangsa ratusan orang.
Buaya itu bernama Gustave, seekor buaya raksasa yang pernah menjadi teror yang amat menakutkan bagi warga Burundi.
Bukan semata karena ukurannya yang besar, warga dari negara di benua Afrika ini juga sudah menjadi saksi keganasan sang buaya memangsa ratusan manusia.
Gustave pun akhirnya menjadi buruan para warga yang ingin membunuhnya, dengan tujuan mencegah timbulnya korban jiwa lain.
Namun siapa sangka, penangkapan buaya itu begitu sulit dilakukan, bahkan serbuan peluru pun bak hanya menggelitiknya saja.
Begitu sulit ditangkap, legenda Gustave pun menginspirasi sebuah film pada tahun 2007 berjudul "Primeval".
Film itu berkisah tentang sebuah tim yang dikirim ke Burundi untuk menangkap buaya namun gagal.
Buaya memang dikenal sebagai predator yang sangat ganas pemilik rahang terkuat di sungai. Namun, Gustave layak mendapat predikat monster buaya.
Dikutip dari odditycentral.com, monster di Sungai Ruzizi Afrika ini telah berada di sana sekitar 60 tahun dan diperkirakan telah membunuh lebih dari 300 orang.
Meski banyak orang telah berupaya menangkapnya, Gustave selalu mampu lolos dari penangkapan.
Tidak ada yang tahu ukuran pastinya. Ilmuwan dan orang-orang yang pernah melihatnya memperkirakan panjang tubuhnya 18 dan 25 kaki (5,5 sampai 7,5 meter).
Sementara bobotnya lebih dari 2.000 lbs (900 kg), atau lebih dari setengah berat mobil khas.
Ukurannya menjadikan ia sebagai buaya terbesar di Afrika saat ini.
Awalnya Gustave diperkirakan berumur lebih dari 100 tahun, namun pengamatan lebih lanjut mengungkapkan dia memiliki gigi penuh, yang berarti dia jauh lebih muda dari itu.
Menurut film dokumenter PBS 2004 'Capturing the Killer Croc' dia "hampir tidak bergigi", diperkirakan "mungkin berusia lebih dari 60 tahun, dan mungkin masih terus tumbuh".
Bukan hanya besar, rupanya binatang ini juga punya tubuh yang tahan peluru.
Penduduk setempat mengatakan kepada National Geographic bahwa dia melarikan diri dengan "memakan peluru".
Namun para ilmuwan membantah dengan mengatakan bahwa ukuran dan cirinya membuatnya sangat tahan peluru.
Buaya ini memilki luka-luka di tubuhnya, luka itu ia dapatkan setelah terkena tembakan AK47 dari tentara yang mencoba menangkapnya.
Kemudian, ilmuwan menambahkan, karena ukurannya yang tidak biasa, Gustave tidak bisa berburu binatang-binatang kecil seperti ikan, antelop, dan zebra.
Dia memangsa binatang yang lebih besar seperti kuda nil, rusa, dan kadang juga manusia.
Gustave memangsa manusia dengan sangat mengerikan, diceritakan dia tidak langsung memakan korbannya, tetapi akan diseret ke dalam air lalu mencabik-cabik dan menenggelamkannya.
Patrice Faye dan ilmuwan lainnya telah berusaha menangkap Gustave selama dua tahun.
Tetapi, perangkap seberat 3 ton yang memiliki banyak penjerat pun tak mampu menjebak buaya itu.
Ukuran tubuhnya, kelincahan, dan kecenderungan memangsa manusia telah menjadikan Gustave legenda di wilayah tersebut.
Baca Juga: Awalnya Dibuat di Tanah, Beginilah Sejarah Peta yang Panjang
(*)