Kisah Zuly Sanguino, Wanita Tanpa Tangan dan Kaki yang Menjadi Inspirasi Di Kolombia

Mentari Desiani Pramudita

Editor

Kisah Zuly Sanguino, Wanita Tanpa Tangan dan Kaki yang Menjadi Inspirasi Di Kolombia
Kisah Zuly Sanguino, Wanita Tanpa Tangan dan Kaki yang Menjadi Inspirasi Di Kolombia

Intisari-Online.com- Ketika lahir ke dunia, ia tidak seperti anak perempuan pada umumnya. Ia lahir tanpa kedua tangan dan kaki. Dengan kekurangan itu, ia mendapat perlakuan negatif sejak kecil. Dipukuli sang ayah, dibully teman-temannya, sampai diperkosa. Pernah terpikirnya olehnya untuk bunuh diri, tapi motivasi sang ibu membuatnya luluh.

Zuly Sanguino asal Bogota, Kolombia menderita sindrom Tetra Amelia. Sebuah kondisi genetik langka yang mengakibatkan anggota tubuhnya tidak berkembang dengan baik ketika dalam rahim. Sehingga setelah lahir, ia tidak memiliki kedua tangan dan kaki. Bahkan dokter memvonisnya tidak bisa bangun dari tempat tidur selamanya.

Seakan belum cukup, banyak cobaan menerpanya sejak usia dini. Ayah kandungnya selalu memukul dirinya. Kekerasan fisik itu berhenti ketika ayahnya meninggal bunuh diri akibat tidak sanggup menanggung susahnya hidup.

Zuly juga mendapat bullyan dari teman-temannya. Ia tidak memiliki teman. Seluruh temannya menganggap dirinya alien. “Aku menyadari bahwa aku berbeda dengan anak-anak lain pada usia enam tahun. Mereka bisa berjalan, sementara aku tidak bisa,” katanya seperti dilansir dailymail.co.uk.

Puncak kehancuran hatinya saat ia diperkosa pada usia 15 tahun. Ketika itu, ia sempat memutuskan untuk bunuh diri.

Beruntungnya, dibalik segala hal yang menakutkan itu, ia memiliki seorang ibu yang luar biasa sayang pada dirinya. Guillermina adalah alasan Zuly hidup. Ibunya mengajarkan segala hal untuk membantu dirinya hidup normal dan bisa melakukan berbagai hal. Mulai dari berjalan sendiri tanpa digendong, menggosok gigi, sampai berganti pakaian.

Usia 18 tahun, Zuly diminta melakukan ceramah di sebuah gereja. Sejak itu, ia sering diundang untuk pidato motivasi. Ketika diminta hadir untuk berpidato di depan 400 mahasiswa. Sempat cemas karena trauma tentang pembullyan yang diterimanya, tapi lagi dan lagi ibunya selalu mendukungnya. “Aku gugup, tapi Mom selau bersamaku. Ketika aku mulai menangis, ialah yang memelukku,” jawabnya sambil tersenyum.

Usia 19 tahun, ia mendapatkan pacar pertama. Rasa bahagia itu melupa ketika sang kekasih mau menerima kekurangannya. Bertahun-tahun pacaran, keduanya memutuskan untuk menikah ketika Zuly berusia 23 tahun. “Dia tahu aku tidak bisa hamil. Tapi dia tetap menerimaku,” kata Zuly.

Kini, diusianya yang menginjak 25 tahun ia bisa melakukan segala hal yang dulu dianggapnya tidak bisa. Berpidato di depan banyak orang, melukis sampai bisa bermake up sendiri. Ia menjadi inspirasi bagi ribuan orang di Kolombia. Ia masih mempunyai mimpi yaitu bisa berpidato di luar negeri dan membuka sebuah panti asuhan.