Advertorial
Intisari-online.com -Pada 1025 M, kaisar Chola Rajendra I mengubah arah sejarah anak benua itu dan menjadi orang India pertama yang menyerang wilayah seberang laut.
Angkatan lautnya melakukan serangan sembunyi-sembunyi ke kerajaan Sriwijaya, sekarang di Sumatra, Indonesia dan menyerbu 14 pelabuhannya.
Penyergapanitu mengejutkan Sriwijaya.
Kapal-kapal yang membawa gajah dan penyembur api berlayar dengan cepat ke Sumatera, memanfaatkan angin muson.
Mereka terlebih dahulu mengobrak-abrik ibu kota Palembang dan kemudian pindah ke pelabuhan lain.
Raja Sangrama Vijayatunggavarman dipenjarakan.
Menurut cerita versi Melayu, Rajendra I mengambil putri Vijayatunggavarman Onang Ki sebagai istrinya.
Anehnya, hanya ada satu prasasti Rajendra I untuk menandai penaklukan itu.
Baca Juga: Alasan Mengapa Kerajaan Sriwijaya Disebut sebagai Kerajaan Maritim
Prasasti Thanjavur secara puitis menggambarkan ekspedisi angkatan laut India yang paling ambisius.
"Rajendra Chola, telah mengirim banyak kapal di tengah lautan yang bergulung dan menangkap Sangrama Vijayatunggavarman, raja Kadaram (Kedah di semenanjung Melayu), bersama dengan gajah di tentara yang mulia, (mengambil) tumpukan besar harta, (menangkap) dengan suara (lengkungan yang disebut) Vidhyadhara-torana di 'gerbang perang' kotanya yang luas, Sriwijaya (Palembang) dengan 'gerbang gawang permata' yang dihiasi dengan kemegahan besar."
Alasan lain yang mendorong Rajendra untuk melancarkan serangan adalah permohonan dari raja Khmer (Kamboja) Suryavarman I.
Ia berseteru dengan Sriwijaya, kata sejarawan maritim Sanjeev Sanyal.
Setelah raja Sriwijaya berpaling ke China untuk perlindungan, Suryawarman menjangkau Chola untuk mengatur keseimbangan dengan benar.
Dengan Cina mencoba mempengaruhi rute perdagangan bersama dengan Sriwijaya, Chola tahu bahwa mereka harus bertindak.
Sebuah serangan pre-emptive adalah pilihan terbaik mereka dan itu berhasil.
Keberanian Chola sangat mengejutkan negara-negara Asia Tenggara.
Sehingga tidak ada dari mereka yang berani mengirim utusan ke China selama tiga tahun.