Intisari-Online.com - Dalam beberapa tahun terakhir ini, China digadang-gadang menjadi negara adidaya.
Tidak hanya soal militer, tapi juga secara ekonomi.
Namun sepertinya terjadi sesuatu dengan ekonomi China di tahun 2022.
China diprediksi bisamenghadapi masalah besar pada 2022.
Apa yang terjadi dengan negaraekonomi terbesar kedua di dunia itu?
Dilansir dariexpress.co.uk pada Rabu (19/1/2022),Biro Statistik NasionalChina merilishasil tinjauannya pada 17 Januari.
Hasilnya mereka mencatat China mengalami resisten pada tahun 2021dan dapat bertahan pada tahun 2022.
Di manaekspansi PDB sebesar empat persen pada tahun 2021.
Ada beberapa penyebab hal itu terjadi.
Salah satunyapandemi yang berkelanjutan menahan laju pertumbuhan ekonomi dalam 18 bulan.
Bank Rakyat China pada akhirnya memangkas suku bunga pinjaman instrumental.
Ini karena ekonomi gagal menyamai pertumbuhan 6,5 persen pada titik yang sama pada tahun 2020.
Selain itu, ada beberapa faktor yang dapat menahan laju pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2022.
Kebijakan nol Covid
Pemerintah China selalu mengambillangkah dramatis untuk mencegah penyebaran kasus Covid-19 di dalam negeri.
Lockdownbergulirsering terjadi, dengan beberapa kota terpaksa menjalani karantina dan pengujian yang diwajibkanselama berminggu-minggu.
Pada akhirnya, lockdown telah terbukti ampuh. Namun itu membuat banyak bisnis gagal.
Sektor properti
Perekonomian China yang besar, sebagian, ditopang oleh sektor properti berkinerja tinggi yang menyumbang sekitar 30 persen dari total outputnya.
Tapi seperti halnya di seluruh dunia, pandemi telah menekan sektor ini juga.
Orang-orang China telah mengumpulkan lebih banyak utang, yang mengarah ke konsumsi yang lebih rendah, penurunan perumahan dan pertumbuhan yang lebih lambat.
Menteri lokal telah menyuarakan - baik secara publik maupun pribadi - bahwa mereka akan berjuang untuk memenuhi kebutuhan jika masalah terus berlanjut.
Demografi
Beberapa tahun terakhir telah melihat China berurusan dengan dampak dari kebijakan satu anak selama beberapa dekade.
Meskipun pemerintah menghapus batas satu anak yang tersisa pada tahun 2015, angka kelahiran belum pulih.
Dari 2011 hingga 2020, data sensus menunjukkan pertumbuhan penduduk yang stagnan, dengan tingkat paling lambat dalam beberapa dekade.
Pada tahun 2021, turun menjadi 12 juta, terendah sejak negara itu mengatasi dampak dari Kelaparan BesarChina pada tahun 1959 hingga 1961.
Sebagai tanggapan, para pejabat melonggarkan aturan lagi tahun lalu, memperkenalkan batas tiga anak pada bulan Juli.