Intisari-Online.com - Melalui Belt and Road Initiative (BRI), China berinvestasi besar-besaran untuk pembangunan infrastruktur negara-negara berkembang.
BRI merupakan sebuah rencana jangka panjang untuk mendanai dan membangun infrastruktur yang menghubungkan China ke seluruh dunia.
Namun, oleh negara lain termasuk Amerika Serikat, BRI telah diberi label "jebakan utang" untuk negara-negara yang lebih kecil.
Sri Lanka merupakan salah satu bagian dari BRI China tersebut.
Dan kini, Sri Lanka tengah kesulitan untuk membayar utangnya kepada China karena krisis keuangan.
Menurut The Hindustan Times, Senin (10/1/2022), Sri Lanka menghadapi krisis keuangan dan kemanusiaan yang semakin dalam.
Krisis keuangan tersebut, dapat menyebabkan negara itu bangkrut pada 2022 karena inflasi naik ke level rekor, kata sebuah laporan media.
Sebelumnya, pada 30 Agustus tahun lalu, pemerintah Sri Lanka mengumumkan keadaan darurat keuangan nasional setelah penurunan tajam nilai mata uang negara yang menyebabkan lonjakan harga pangan.
Menulis di Colombo Gazette, Suhail Guptil mengatakan, Sri Lanka terus menghadapi defisit ganda, yaitu defisit fiskal dan defisit perdagangan selama sebagian besar dekade terakhir.
Sejak 2014, tingkat utang luar negeri Sri Lanka telah meningkat dan mencapai 42,6 persen dari PDB pada 2019.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR