Advertorial
Intisari-online.com - Donald Trump mungkin adalah Presiden Amerika yang paling membuat Iran menderita.
Sanksi ekonomi, dukungan penuh terhadap Israel, hingga penekanan aktivitas nuklir Iran telah membuat negara Islam tersebut tercekik.
Tak hanya itu, kemarahan Iran juga dibuat memuncak, kala Amerika terang-terangan membunuh salah satu Jenderalnya, Qassem Soleimani.
Iran dan kelompok sekutunya di Irak pada 3 Januari mengadakan acara untuk menghormati Jenderal Qassem Soleimani.
Seorang komandan pasukan khusus Quds, Pengawal Revolusi Iran, pada peringatan dua tahun kematiannya.
Menurut Reuters, upacara itu disiarkan di televisi. Para peserta memegang bendera Iran dan potret Soleimani.
Berbicara kepada ribuan orang di aula doa terbesar di Teheran, Raisi berkata, "Pembunuhnya adalah presiden AS pada waktu itu, dia harus menghadapi keadilan dan hukuman."
"Semuanya akan baik-baik saja jika persidangan diadakan," katanya.
"Pengadilan Trump, (mantan sekretaris negara Mike) Pompeo berlangsung di pengadilan yang adil di mana kejahatan mengerikan mereka dihukum dan mereka menghadapi keadilan," tambahnya.
"Jika tidak, saya akan memberi tahu para pemimpin Amerika bahwa Iran pasti akan membalas dendam," terangnya.
Berbicara di televisi pemerintah, Jaksa Agung Iran Mohammad Jafar Montazeri mengatakan bahwa otoritas kehakiman negara itu telah menghubungi pihak berwenang di sembilan negara.
Setelah mengidentifikasi 127 tersangka sehubungan dengan pembunuhan Jenderal Soleimani, termasuk 74 warga negara AS.
"Mantan Presiden Trump ada di urutan teratas daftar ini," kata Montazeri.
Sementara itu, kementerian luar negeri Iran mencuit bahwa "pemerintah AS saat ini memikul tanggung jawab internasional atas kejahatan ini".
Pada peringatan kedua serangan itu, dua drone bersenjata ditembak jatuh di dekat pangkalan AS di Baghdad.
Selain itu, situs Jerusalem Post Israel juga diserang hacker pada hari ini.
Gambar yang ditampilkan di halaman ini menunjukkan rudal yang ditembakkan dari cincin yang biasa dipakai Soleimani.
Soleimani dibunuh bersama dengan pemimpin milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis di Irak dalam serangan pesawat tak berawak pada 3 Januari 2020, atas perintah Presiden Trump saat itu.
Beberapa hari setelah pembunuhan Jenderal Soleimani, Washington mengatakan kepada PBB bahwa pembunuhan itu adalah tindakan membela diri dan bersumpah untuk mengambil tindakan tambahan jika diperlukan di Timur Tengah untuk melindungi personel dan kepentingan AS.
Saat itu, Iran membalas dengan meluncurkan rudal ke pangkalan udara AS Ain al-Assad di Irak dan pangkalan lain di dekat Arbil.
Tidak ada tentara Amerika yang tewas dalam serangan itu.
Namun, AS mengatakan puluhan orang menderita cedera otak traumatis akibat ledakan tersebut.