Intisari-Online.com – Kemampuan membaca dan menulis sangat penting di Mesir Kuno karena keaksaraan diperlukan baik dalam pekerjaan yang dibayar maupun rasa hormat terhadap sesama.
Namun, itu bukan berarti bahwa bangsa Mesir adalah masyarakat yang melek huruf.
Nyatanya, hanya sedikit orang yang terdidik.
Orang-orang Mesir praktis hanya mengajar anak-anak mereka mata pelajaran yang akan berguna di masa depan mereka.
Selama Kerajana Lama, tidak ada bukti bahwa sekolah formal ada, kecuali mungkin di istana.
Para pangeran senior mengajar pangeran yang lebih muda, dan para pemuda yang disukai diajari oleh anak-anak raja sendiri.
Selama Kerajaan Baru setidaknya ada dua sekolah di Thebes, satu di Kuil Mut, yang lain di belakang Ramesseum.
Mungkin ada yang ketiga di dekat Lembah Deir el-Medina, tempat anak-anak para pekerja diajari oleh anak-anak raja.
Tidak ada lama waktu yang ditentukan untuk sekolah.
Hieroglif adalah tulisan Mesir yang dikembangkan sekitar 3100 SM, yang lebih sulit daripada sistem alfabet yang kita kenal sekarang.
Juru tulis adalah segelintir orang melek huruf yang tahu membaca dan menulis, mereka mengetahui semua hieroglif.
Sekolah yang dijalankan oleh orang Mesir adalah sekolah juru tulis.
Anak laki-laki dari keluarga kaya dikirim ke sekolah juru tulis dan dilatih untuk menjadi juru tulis.
Ada sekolah pangeran untuk melatih pangeran muda.
Sayangnya, anak perempuan tidak diizinkan pergi ke sekolah.
Anak perempuan harus belajar dari rumah dengan diajar olehibu atau ayah mereka atau guru les privat.
Kalau tidak, mereka diajari pekerjaan rumah tangga, menyanyi, menarik, menenun, memasak, dll.
Jadi, hanya anak laki-laki yang bisa pergi ke sekolah atau belajar.
Sangat sedikit anak perempuan yang bisa membaca atau menulis, dan hanya orang kaya.
Anak laki-laki pergi ke rumah guru sekolah untuk belajar.
Mereka berjalan ke tempat tujuan pagi-pagi benar dengan membawa bekal makanan yang disiapkan dari rumah.
Pada siang hari, sekolah dibubarkan.
Menghafal dan menyalin naskah kuno menjadi pelajaran utama yang harus dipelajari.
Karena papirus terlalu mahal, maka kepala sekolah terkadang memberi para siswa batu kapur putih yang dipoles.
Mereka menulis dengan kuas buluh yang dicelupkan ke dalam tinta hitam atau merah.
Tinta, terbuat dari air dan jelaga, yang ditaruh di atas palet, melansir Egy King.
Anak-anak mencelupkan kuas ke dalam tinta, lalu menulis sekitar sepuluh tanda sampai mereka membutuhkan lebih banyak tinta.
Kemudian mereka mencelupkan kuas ke dalam cangkir air dan mencelupkannya ke dalam tinta lagi.
Sementara, anak-anak petani dan nelayan hanya mengenyam pendidikan formal yang lebih rendah.
Mereka belajar cara menabur, memungut, dan memanen, memelihara unggas dan sapi, membuat jaring dan menangkap, serta menyiangi ikan.
Anak-anak sering diikutsertakan saat memanen, memancing, atau merawat ternak.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari