Intisari-Online.com - Apa makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika?
Pada sidang BPUPKI pertama (29 Mei hingga 1 Juni 1945), semboyan ini dibacakan oleh Mohammad Yamin.
Ia membacakannya dalam tulisan berjudul 'Verspreide Geschriften' karya Johan Hendrik Casper Kern seorang orientalis ahli bahasa Belanda.
Seperti dilansir dari situs resmi Republik Indonesia, begitu Moh Yamin menyebut frasa Bhinneka Tunggal Ika, I Gusti Bagus Sugriwa sontak meneruskan frasa tersebut dengan “Tan hana dharma mangrwa” yang berarti tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Baca Juga: Memiliki Lambang Kepala Banteng, Apa Contoh Pengamalan Sila ke-4?
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika sendiri kemudian menjadi semboyan negara Indonesia.
Ia disematkan ke dalam lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila.
Menurut Mohammad Hatta, adanya semboyan ini dalam Garuda Pancasila merupakan usul Soekarno saat perancangan lambang negara tersebut.
Begitulah sejarah 'Bhinneka Tunggal Ika' menjadi semboyan bagi Indonesia. Tetapi, dalam sejarahnya sendiri semboyan ini sudah ada sejak abad ke-14, yaitu pada masa kerajaan Majapahit.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam kitab kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular yang digubah pada masa kekuasaan Raja Rajasanagara Majapahit yang tersohor yaitu Hayam Wuruk.
Dalam kakawin Sutasoma, Mpu Tantular membuat kitab tersebut sebagai titik temu agama-agama yang berbeda di Nusantara.
Kakawin Mpu tantular mengajarkan toleransi antar agama dan menjadi ajaran yang dianut oleh pemeluk agama Hindu dan Buddha.
Lalu, apa makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika?
Baca Juga: Ini Daftar Weton Pasaran dan Wuku Lengkap pada Kalender Jawa Bulan Desember 2021
Semboyan tersebut memiliki arti: "Berbeda-beda tetapi tetap satu jua."
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dianggap mewakili pandangan negara Indonesia dan dapat memperteguh kedaulatan bangsa.
Semboyan itu dimaknai untuk menyatukan masyarakat Indonesia yang berbeda-beda menjadi satu kedaulatan negara Indonesia tanpa adanya diskriminasi.
Prinsip utama semboyan negara Indonesia ini adalah persatuan dan kesatuan.
Prinsip tersebut harus dijalankan dan dibarengi dengan hidup rukun dan saling menjaga toleransi.
Dengan semboyan ini, diharapkan menjadi salah satu unsur yang memperkuat persatuan Indonesia, mengingat masyarakat Indonesia berasal dari berbagai suku, agama, ras, bahasa dan budaya yang berbeda.
Pada satu sisi, perbedaan tersebut bisa menghancurkan persatuan dan kesatuan Indonesia, jika tidak diantisipasi dengan serius.
Sementara di sisi lain, perbedaan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang unik dan kuat. Karena walaupun memiliki perbedaan, masyarakatnya secara sadar bersatu dan menjaga kerukunan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
(*)