Intisari - Online.com -Kamis sore kemarin (25/11/2021), Perdana Menteri Scott Morrison mengumumkan Australia akan mengirimkan polisi, diplomat dan personil pasukan pertahanan ke Kepulauan Solomon "untuk menyediakan bantuan" setelah terjadi ketegangan serius di ibukotanya, Honiara.
Dengan pengiriman pertama sudah memulai hari pertama mereka di Honiara, ada laporan bercampur mengenai yang sedang terjadi di sekitar mereka.
Respon cepat Australia ternyata datang setelah munculnya permintaan dari pemerintah Kepulauan Solomon.
Mengutip Asia Times, Rabu 24/11/2021, ada protes terhadap pemerintahan Perdana Menteri Manaseh Sogavare, yang memburuk menjadi kekacauan dan kerusuhan.
Kerusuhan ini tetap berjalan walaupun diterapkan lockdown 36 jam yang diperintahkan oleh pemerintah untuk menjauhkan warga dari jalanan.
Namun dilaporkan tidak ada korban luka berat dalam kejadian tersebut.
Sayangnya kerusakan properti terjadi dengan masif.
Bisnis-bisnis di distrik Pecinan ditargetkan, seperti yang telah terjadi pada beberapa kejadian sebelumnya.
Infrastruktur publik, termasuk setidaknya satu pos polisi dan SMA Honiara, juga diserang.
Setelah dua hari kerusuhan, penjarahan dan pembakaran, kondisi mulai pulih pada Jumat.
Para warga Kepulauan Solomon mulai keluar dari lockdown dan mereka mulai menimbun pasokan makanan, meninjau kerusakan dan mulai fokus pada apa yang terjadi selanjutnya untuk mereka, komunitas mereka serta negara mereka.
Mengapa hal ini terjadi?
Pertanyaannya sekarang adalah mengapa kerusuhan ini bisa terjadi di negara kecil yang tampaknya damai.
Ternyata hal ini melibatkan campuran rumit antara politik lokal dan perubahan geopolitik.
Terlalu mudah mengatakan jika hal ini terjadi karena Kepulauan Solomon mengubah persekutuan mereka dari Taiwan ke China pada akhir 2019, seperti disampaikan beberapa analis.
Hal ini tentunya merupakan titik kritis untuk Kepulauan Solomon.
Namun untuk memahami apa yang terjadi sekarang, perlu ada pemahaman lebih lebar dan lebih dalam.
Telah ada banyak fokus mengenai kondisi warga di provinsi padat penduduk Malaita.
Perdana Menteri provinsi tersebut, Daniel Suidani, tidak pernah menahan diri atas kritiknya mengenai keputusan pemerintah pusat untuk membuang hubungan 36 tahun dengan Taipei guna memilih Beijing.
Ia juga menikmati dukungan kuat dari komunitasnya.
Yang kurang menonjol adalah fakta jika kepemimpinan provinsi Guadalcanal, di mana ibukota Honiara berada, juga telah sangat kritis kepada Perdana Menteri Sogavare.
Tuntutan untuk pengunduran dirinya terkait dengan kekhawatiran lama mengenai korupsi, kurangnya pemberian layanan dan konsultasi mengenai bagian dari pemerintahannya, termasuk mengenai perubahan diplomasi tahun 2019.
Memang banyak yang berkomentar andaikan Sogavare dan menteri-menterinya keluar untuk bertemu dengan para pengunjuk rasa dan terlibat dalam dialog minggu ini, kerusuhan mungkin bisa dihindari.
Australia di Kepulauan Solomon
Kamis lalu, sudah jelas jika Pasukan Polisi Kerajaan Kepulauan Solomon ditekan ke titik maksimal.
Hal ini mendorong Sogavare untuk mencari bantuan dari teman-teman dan tetangganya, dan permintaan diberikan kepada Papua Nugini dan Australia.
Permintaan untuk Canberra dan respon dari mereka menandai aktivasi pertama perjanjian keamanan yang ditandatangani antara dua negara tahun 2017 lebih jauh setelah "Operation Helpem Fren" (juga dikenal sebagai Regional Assistance Mission to Solomon Islands atau RAMSI) berakhir.
RAMSI adalah pengiriman polisi, militer dan penasihat pemerintah dari berbagai negara yang dipimpin oleh Australia di bawah badan Pacific Islands Forum antara 2003 dan 2017.
Morrison telah mengatakan dengan jelas respon saat ini adalah misi bantuan, dan bukanlah intervensi, sebagai kasus untuk RAMSI.
Diharapkan personil Australia akan ada di Kepulauan Solomon selama beberapa "minggu".
Tanggung jawab utama mereka adalah untuk membantu otoritas penegakan hukum Kepulauan Solomon mengamankan dan melindungi infrastruktur kritis.
Di bawah perjanjian tersebut, ada cakupan untuk negara ketiga seperti Papua Nugini dan Fiji, untuk bergabung dengan misi tersebut, dengan perizinan pemerintahan Kepulauan Solomon.
Untuk selanjutnya, Sogavare mengatakan ia tidak akan mengundurkan diri saat pasukan anti-demokrasi berkuasa.
Ia juga bersikeras persekutuan dengan China menempatkan Kepulauan Solomon di "sisi sejarah yang benar."
Bahkan, ia menjelaskan lebih jauh sampai tanpa mengatakan nama, memberi kesan jika Taiwan dan Amerika Serikat (AS) mengobarkan perselisihan di negaranya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini