Bahkan angka kematian bisa melonjak melewati perkiraan tiga juta orang yang meninggal selama 'Arduous March', periode kelaparan massal di Korea Utara antara 1994 dan 1998.
Cho, yang tunawisma dan disiksa di penjara sebelum melarikan diri, percaya dampak bencana alam pasca-Covid-19 akan menyebabkan tragedi yang tak terhitung.
"Jika kita melihat bencana besar lainnya, itu akan menghancurkan negara," ungkap Cho.
"Ini akan lebih buruk dari Arduous March."
"Tidak akan mungkin mereka bisa bertahan."
"Satu-satunya cara mereka bisa bertahan adalah jika mereka berhenti menghabiskan uang untuk pengembangan nuklir."
Namun sepertinya pemerintahan Korea Utara tidak berniat mengurangi uang untuk pengembangan nuklir.
Sebaliknya mereka menaikkan harga makanan.
Sejak Desember 2020 hingga Juni 2021, harga makanan pokok, seperti jagung melonjak hingga dua kali lipat.
Satu kilo jagung, yang menjadi alternatif pengganti beras, naik menjadi 3.137 won (Rp37.624).
Karena pertanian hancur, maka Korea Utara sangat bergantung pada impor dari China.
Tetapi pandemi virus corona membuat Korea Utara ketakutan dan langsung menutup perbatasan.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR