Intisari-Online.com -Beberapa bulan lalu, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dan Menhan Perancis, Florence Parly, menandatangani persetujuan kerja sama pertahanan atau Defence Cooperation Agreement (DCA) melalui sebuah pertemuan bilateral di Hotel de Brienne, Paris, Prancis, Senin (28/6/2021).
Kedua menteri menyepakati untuk memperkokoh kemitraan strategis kedua negara yang ditandatangani pada 2011.
Dalam keterangan tertulis KBRI Paris, Selasa (29/6/2021), Prabowo mengatakan, "DCA menjadi payung penting bagi kerja sama pertahanan yang komprehensif antara Indonesia dan Perancis ke depan yang saling menguntungkan di berbagai bidang yang menjadi kepentingan kedua negara."
DCA sendiri memperluas cakupan kerja sama pertahanan Indonesia dan Prancis.
Beberapa bidang kerja sama yang akan menjadi fokus antara lain, pendidikan dan pelatihan militer, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang industri pertahanan, kerja sama pasukan pemeliharaan perdamaian, dan pemberantasan terorisme, dan pengembangan dan penelitian industri pertahanan termasuk produksi bersama.
Selain itu, DCA juga memuat kerja sama terkait bantuan kemanusiaan dan penanganan bencana seperti pandemi Covid-19 yang hingga saat ini masih belum mereda.
Melalui penandatanganan DCA, kedua negara juga berpeluang memaksimalkan potensi dan keunggulan (competitive advantage) kekuatan masing-masing.
DCA pun diharapkan dapat meningkatkan interaksi kedua negara di bidang pertahanan, sebagai salah satu sektor kerja sama utama dalam kesepakatan kemitraan strategis kedua negara.
Kesepakatan tersebut tampaknyamemberi peluang Prancis untuk mendekati Indonesia, dalam upaya 'balas dendam' pada Australia setelah terbentuknya kesepakatan AUKUS.
Seperti diketahui, bulan September lalu, Australia meresmikan aliansi AUKUS bersama dengan Amerika Serikat (AS) dan Inggris.
Australia pun membatalkan kesepakatan kapal selam dengan Prancis.
Saat Australia memilih membangun kapal selam bertenaga nuklir dengan teknologi AS dan Inggris dibanding program kapal selam Prancis bernilai miliaran dollar AS, Prancis menuduh sekutunya tersebut menikamnya dari belakang.
Padahal, kemitraan Prancis dengan Australia sudah dilakukan sejak 2016 dan dianggap sebagai landasan kebijakan Indo-Pasifik.
Sejak kehilangan kesepakatan itu, Paris pun telah melakukan serangan untuk memperkuat hubungannya di Indo-Pasifik untuk mengimbangi kesepakatan AUKUS dengan pertemuan tingkat tinggi mulai dari Jepang hingga India dan Vietnam.
Indonesia pun tak luput dari langkah Prancis tersebut ketika menteri luar negerinya tiba di Indonesia pada Selasa (23/11/2021).
"Perjalanan ini adalah tentang menegaskan kembali komitmen Prancis untuk Indo-Pasifik, dan untuk mengintensifkan hubungan dengan Indonesia," kata seorang sumber diplomatik Prancis kepada wartawan dalam sebuah pengarahan menjelang kunjungan dua hari Jean-Yves Le Drian di Indonesia, seperti dikutip Reuters.
Kunci untuk mengembangkan hubungan itu adalah kerjasama militer yang lebih erat.
Indonesia ingin meningkatkan kemampuan pertahanannya, termasuk dengan kemungkinan pembelian kapal selam, pesawat tempur, dan kapal perang, di tengah ketegangan yang sedang berlangsung dengan China di Laut China Selatan.
Prancis telah melakukan negosiasi dengan Jakarta selama beberapa bulan untuk penjualan 36 jet tempur Rafale, dengan menandatangani letter of intent pada Juni lalu.
Meskipun, para pejabat tidak mengharapkan kesepakatan akan disepakati sebelum akhir tahun ini karena masalah pembiayaan.
"Prancis menggandakan hubungan Indo-Pasifik lainnya, termasuk Indonesia, dalam arti untuk mengimbangi kehilangan (kesepakatan dengan) Australia," ungkap seorang diplomat Indo-Pasifik kepada Reuters.
Menyoroti betapa marahnya Paris terhadap Canberra, sebuah video berdurasi dua menit yang mengumumkan perjalanan Le Drian ke Indonesia menguraikan strategi Indo-Pasifiknya yang menyebut banyak negara kawasan dengan pengecualian Australia.