Intisari-online.com - Ternyata mematai-matai China bukanlah hal yang mudah bagi Amerika, hal ini diungkapkan oleh mata-mata Amerika sendiri.
Sejak Xi Jinping berkuasa di China, negara tersebut makin sulit menjadi operasi intelijen AS, akibat beberapa faktor.
Menukil Bloomberg,pejabat intelijen yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa China semakin menjadi target yang lebih sulit bagi Amerika Serikat.
Sementara Washington sangat perlu memahami keputusan pemimpin China itu karena hubungan antara kedua negara semakin rumit.
Fakta itu terungkap ketika para pejabat di pemerintahan mantan Presiden Donald Trump dan Presiden saat ini Joe Biden dikejutkan oleh langkah cepat Beijing untuk mengkonsolidasikan kendali atas Hong Kong.
Dengan mengerahkan pasukan dan senjata, aset di Laut China Selatan, mencegah perusahaan-perusahaan China mendaftar di Amerika Serikat.
Pejabat AS dan mantan pejabat menekankan bahwa komunitas intelijen AS telah lama berjuang untuk mendapatkan pelaporan mendalam tentang proses pembuatan kebijakan di Beijing.
Alasannya adalah bahwa China telah menyebabkan kerugian besar dalam jaringan sumber-sumber Amerika sebelum Xi berkuasa.
Sementara pasukan intelijen AS kekurangan orang yang bisa berbahasa Mandarin.
"Sumber daya manusia kami telah kekurangan pasokan selama beberapa dekade,"kata mantan penasihat keamanan nasional AS John Bolton dalam sebuah wawancara.
"Saya tidak pernah merasakan informasi yang cukup. Saya selalu ingin mendengar lebih banyak," tambahnya.
Ketika pemerintahan Joe Biden berusaha mengalihkan lebih banyak sumber daya untuk berurusan dengan China.
Direktur Badan Intelijen Pusat Bill Burns baru-baru ini mengumumkan pembentukan Pusat Misi China untuk fokus pada "pemerintah China."
Namun hal ini justru membuat kedua negara ini semakin bermusuhan.
Para pejabat dan mantan pejabat mengatakan bahwa situasi kekurangan informasi semakin memburuk.
Saat Xi Jinping bersiap untuk memasuki masa jabatan ketiganya, AS hampir tidak memiliki informasi orang dalam tentang beberapa masalah dasar.
Intelijen AS sebelumnya juga gagal memprediksi seberapa cepat Taliban akan menguasai Afghanistan.
Sebuah laporan dari September 2020 oleh Komite Intelijen Dewan Perwakilan Rakyat AS mengatakan bahwa badan-badan intelijen AS tidak menanggapi berbagai tantangan yang ditimbulkan oleh China dan terlalu fokus pada tujuan tradisional seperti terorisme, ancaman militer tradisional.