Intisari - Online.com -Mitos Mesir Kuno tidak pernah bisa jauh dari ilmu sihir (heka) yang dipercayai sebagai kekuatan yang dipakai untuk menciptakan dunia.
Melalui heka, aksi simbolik bisa memberikan dampak praktis.
Semua dewa dan manusia diperkirakan memiliki kekuatan magis ini, tapi ada aturan mengenai mengapa dan bagaimana cara menggunakannya.
Mungkin Anda mengenal dunia Mesir Kuno dan sihir mereka yang ampuh dari kisah Nabi Musa alaissallam (AS).
Musa lahir di era Kerajaan Mesir Kuno dan Firaun Ramses II berjaya saat itu, ia menganggap dirinya Tuhan.
Oleh karenanya, ilmu Tauhid yang dibawa oleh Nabi Musa AS atas wahyu yang ia peroleh dari Allah SWT tidak bisa diterima oleh Firaun Ramses II.
Agar dirinya dan umatnya selamat, Nabi Musa mengajak kaumnya pergi dari tanah Mesir Kuno mencari tanah yang menjadi rumah mereka nantinya.
Kaum yang diajak Nabi Musa AS adalah kaum Bani Israil atau yang kini menjadi kaum Yahudi.
Terlepas dari kisah perjalanan Nabi Musa AS mengajak kaum Bani Israil, perjalanan Nabi Musa AS keluar dari wilayah kekuasaan Ramses II begitu menegangkan.
Ramses II mengerahkan para pendeta untuk memberi kutukan guna mencegah mereka selamat.
Namun siapa sangka, ada kisah senjata makan tuan dari sihir kuno salah satu peradaban tertua di dunia ini.
Pertama, mari kita bahas terlebih dahulu mengenai para tukang sihir zaman Mesir Kuno.
Mengutip BBC, pendeta adalah tokoh utama yang mempraktikkan sihir di era Mesir Kuno, mereka dilihat sebagai penjaga ilmu pengetahuan rahasia yang diberikan dewa untuk 'menjaga takdir'.
Pengguna sihir paling terhormat adalah pendeta lektor, yang bisa membaca buku sihir kuno yang disimpan di perpustakaan kuil dan istana.
Pendeta lektor melakukan ritual sihir untuk melindungi raja mereka, dan membantu orang mati untuk terlahir kembali.
Namun pada milenium pertama di era Sebelum Masehi, peran pendeta lektor telah diambil alih oleh penyihir (hekau).
Peran sihir di Mesir Kuno juga bermacam-macam, antara lain perlindungan atau penyembuhan.
Namun sihir juga dipakai untuk menghancurkan, seperti yang dipakai oleh penyihir-penyihir Ramses II ketika menyabotase perjalanan Nabi Musa AS.
Biasanya, sihir yang menghancurkan dipakai dengan cara nama dari musuh Firaun dari luar negeri atau pengkhianat Mesir dimasukkan ke dalam pot tanah liat atau patung tahanan yang terikat.
Obyek-obyek ini kemudian dibakar, dipatahkan atau dikubur di kuburan dengan keyakinan hal ini bisa melemahkan atau menghancurkan musuh.
Di kuil-kuil besar, pendeta melakukan upacara mengutuk musuh dalam urutan yang berbeda-beda, contohnya ular kekacauan Apophis, yang selamanya berperang dengan dewa matahari pencipta.
Gambar Apophis digambar pada kertas papirus atau dimodelkan dalam lilin, kemudian diludahi, diinjak-injak, ditikam dan dibakar.
Kemudian apapun yang tersisa dilarutkan dalam ember air seni.
Dewa dan dewi paling ganas dari yang dipercayai Mesir Kuno dipanggil untuk bertarung bersama menghancurkan setiap bagian Apophis, termasuk jiwa dan sihirnya.
Musuh manusia dari raja-raja Mesir juga bisa dikutuk ketika upacara.
Namun, sihir ini justru menjadi senjata makan tuan melawan Firaun Ramses III, yang dilakukan oleh komplotan pendeta, abdi dalem dan wanita harem / gundik-gundik Ramses III.
Para konspirator ini mendapatkan sebuah buku sihir penghancur dari perpustakaan kerajaan, dan menggunakannya untuk membuat ramuan, mantra tertulis, dan patung lilin yang dapat digunakan untuk melukai raja dan pengawalnya.
Patung-patung ajaib dianggap lebih efektif jika mereka memasukkan sesuatu dari korban yang dituju, seperti rambut, guntingan kuku, atau cairan tubuh.
Para wanita harem yang berbahaya akan bisa mendapatkan zat seperti itu tetapi plotnya tampaknya gagal.
Para konspirator diadili karena sihir dan dijatuhi hukuman mati.
Sihir juga diberikan ketika orang Mesir memasuki akhirat, yaitu agar tubuh dan jiwa mereka tetap selamat.
Oleh sebab itu dituliskan rapalan mantra-mantra dan kutukan yang mengancam akan mengirim hewan berbahaya untuk memburu perampok makam.
Mantra dan kutukan itu dituliskan di dinding makam.
Tubuh mumi juga dilindungi dengan jimat yang tersembunyi di balik bungkusnya.
Jiwa orang mati, biasanya ditampilkan sebagai burung dengan kepala dan tangan manusia, melakukan perjalanan berbahaya melalui dunia bawah.
Jiwa harus mengatasi iblis yang akan ditemuinya dengan menggunakan kata-kata ajaib dan gerak tubuh.
Bahkan ada mantra untuk membantu mendiang ketika kehidupan masa lalu mereka dinilai oleh Empat Puluh Dua Hakim Dunia Bawah.
Begitu orang mati dinyatakan tidak bersalah, mereka menjadi akh, roh yang 'berubah rupa'.
Ini memberi mereka kekuatan akhw, jenis sihir yang unggul, yang dapat digunakan atas nama kerabat mereka yang masih hidup.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini