Penelitian sebelumnya mengenai Nesyamun sudah menemukan jika ia berusia di pertengahan 50-an ketika meninggal, dan menderita penyakit gusi dan gigi yang sangat aus.
"Hanya mereka yang mampu mengkonfirmasi secara lisan bahwa mereka telah menjalani kehidupan yang saleh, diberikan izin masuk ke dalam keabadian dan dianugerahi julukan 'maat kheru' - benar dari suara - sebagaimana diterapkan pada Nesyamun sendiri di seluruh prasasti peti matinya," ujar Prof. Howard.
"Dalam konteks ini, Nesyamun meminta agar jiwanya menerima rezeki abadi, mampu bergerak bebas dan melihat serta memanggil para dewa seperti yang ia lakukan dalam kehidupan kerjanya." lanjutnya.
Keinginannya yang terdokumentasi untuk dapat berbicara setelah kematiannya, dikombinasikan dengan kondisi tubuh mumi yang sangat baik, menjadikan Nesyamun sebagai subjek yang ideal untuk proyek 'Voices from the Past'.
Lebih dari tiga tahun yang lalu, tubuhnya yang sudah dimumikan dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Leeds di dekatnya.
Ia kemudian dikeluarkan dari peti meti dan dipindahkan ke sofa CT scanner, kemudian kepalanya dimasukkan terlebih dahulu.
Masalah etika yang diangkat oleh penelitian dan kemungkinan hasil warisan penelitian juga merupakan aspek penting bagi jenazah manusia, karena jenazah manusia bukan hanya 'objek' tetapi bagian dari orang yang pernah hidup.
Peneliti yang menulis di Scientific Reports menyebutkan manfaat potensial melebihi kekhawatiran, terutama karena kata-kata Nesyamun sendiri yang menyatakan keinginannya untuk "berbicara lagi" dan teknik yang digunakan terbilang aman.
KOMENTAR