Intisari-Online.com -Presiden Indonesia Joko Widodo kesulitan meredakan spekulasi bahwa ia akan memperpanjang masa jabatannya yang kedua sehingga ia bisa menyelesaikan agenda warisan yang tertahan karena pandemi Covid-19.
"Saya tidak berniat, dulu dan sekarang, untuk jadi presiden masa jabatan ketiga," ujarnya baru-baru ini dalam penampikannya yang ketiga dalam 10 bulan terakhir.
"Saya sudah jelaskan ini berkali-kali dan saya tidak berniat mengubah hal ini."
Kali ini, guna menghindari ambiguitas, ia juga menolak rumor perpanjangan masa jabatan selama 3 tahun dari 5 tahun masa jabatan menggunakan Covid-19 untuk masa darurat guna menunda pemilihan umum (pemilu 2024).
Desas-desus ini sudah cukup lama berkumandang di Indonesia, tapi kini hal ini sampai mencuri perhatian media asing.
Mengutip Asia Times, seorang mantan jaksa agung yakin Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bisa menyetujui perpanjangan masa jabatan tanpa harus mengubah UUD, yang secara spesifik membatasi masa jabatan presiden hanya dua masa jabatan saja.
Pembatasan ini dilakukan Indonesia karena tidak ada yang lupa berapa lamanya Presiden Soeharto menjabat yaitu sampai 32 tahun, yang memimpin dari 1967 sampai akhirnya ia lengser setelah reformasi mahasiswa 1998.
Pasal 7 UUD 1945 menjelaskan presiden dan wakil presiden akan "berkuasa dalam masa jabatan 5 tahun dan bisa dipilih kembali untuk jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan saja", tanpa menjelaskan secara spesifik berapa lama.
Pakar berpendapat bahwa MPR masih akan menemukan cara mengatur jalannya pemerintahan menggunakan Undang-undang Pemilu 2003, yang memberi mandat pemilu "sekali setiap 5 tahun."
Spekulasi ini menguat setelah Jokowi bertemu dengan ketua MPR dan politisi Partai Golkar tiga periode, Bambang Soesatyo pertengahan Agustus lalu mendiskusikan amandemen konstitusi 'terbatas'.
Soesatyo mengklaim diskusi ini terpusat hanya pada perubahan yang memperbolehkan MPR merevisi praktik belakangan guna mengatur GBHN, memberikan DPR kekuatan menolak RUU pemerintah yang gagal bertemu kondisi ini.
Namun sumber-sumber politik bersikeras perpanjangan masa jabatan dibahas saat pertemuan tersebut, dengan Jokowi menjawab itu "tergantung pada MPR."
Salah satu pihak dalam yang mengetahui pertemuan tersebut mengatakan: "Ia sedang meninjau keadaan. Jika dia melihat tidak banyak reaksi, ia akan maju. Menurut saya, ia bermain-main dengan api."
Pakar juga merujuk pada didaftarkannya PAN dalam koalisi 6 partai setelah menunggu 2 tahun lamanya, yang kini memberikan pemerintahan Jokowi kontrol atas 471 dari 575 kursi di DPR.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) yang memiliki 136 kursi, majelis tinggi MPR yang seharusnya tidak berpihak, diharapkan mengikuti jejak pemerintah dalam perubahan konstitusi yang membutuhkan mayoritas dua pertiga dari 711 kursi majelis gabungan.
Konstitusi Indonesia telah diamandemen hanya 4 kali.
Semua itu terjadi di masa-masa awal demokrasi sebenarnya dimulai di negeri ini yaitu pasca reformasi antara 1999-2002.
Kini, perubahan apapun akan kontroversial karena berarti menjadi langkah kemunduran demokrasi.
Sementara tidak ada alasan khusus untuk tidak percaya dengan sangkalan Jokowi, publik sudah mencatat pemimpin Indonesia telah sering melakukan perubahan mendadak pada berbagai masalah politik dengan klaim jika mereka tunduk pada kemauan politik.
Jokowi berubah pikiran guna mencalonkan diri sebagai presiden dua tahun setelah ia memenangkan jabatan gubernur Jakarta 2012 lalu.
Perkiraan pakar adalah ia akan menjabat jabatan gubernur lebih lama dari 2 tahun untuk kemudian mencalonkan diri menjadi Presiden Indonesia.
Banyak yang berkomentar beliau tidak akan tidak senang mendapatkan kesempatan menyelesaikan agenda-agenda politiknya, termasuk proyek mentereng memindahkan ibukota dari Jakarta ke Kalimantan Timur, yang senilai USD 33 miliar.
Relawan dan pendukung Jokowi telah menjadi yang paling aktif menatar narasi di internet terkait perpanjangan masa jabatan Jokowi.
Namun di antara isu kompleks yang dihadapi pemerintah adalah juga apakah pemerintah akan menunda pemilihan legislatif 2024 yang akan diadakan secara langsung sejak pertama kalinya 2019 lalu.
Pemilihan legislatif adalah pemilihan untuk memilih anggota DPR yang mewakili rakyat.
Bagi para anggota DPR, dengan Jokowi menjabat lebih dari 5 tahun akan memberikan mereka kelonggaran risiko kalah dan biaya besar untuk berkampanye lagi sampai setidaknya 2027.
Covid-19 telah membuat ekonomi Indonesia lumpuh dan baru menggeliat lagi baru-baru ini, sehingga banyak uang para wakil rakyat yang raib dan kemungkinan mereka tidak ada uang lagi untuk berkampanye.
Kesulitan pemerintah untuk menyusun narasi perpanjangan masa jabatan juga adalah meyakinkan warga Indonesia jika Indonesia masih ada dalam situasi darurat, sementara saat ini juga sedikit-sedikit mengubah narasi guna membujuk publik bahwa Indonesia sudah mengatasi krisis kesehatannya.
Aktivis masyarakat sipil diperkirakan akan bereaksi menolak hal ini karena melihat hal ini sebagai pengeroposan demokrasi, mengingat kini partai oposisi hanya ada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan juga Partai Demokrat.