Intisari-Online.com- Latar belakang terjadinya peristiwa Madiun 1948 adalah jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin karena tidak lagi mendapat dukungan setelah kesepakatan Perjanjian Renville.
Sebelumnya, Amir Syarifuddin pernah menjadi bagian dalam Kongres Pemuda II 1928 yang belakangan dikenal sebagai Sumpah Pemuda.
MelansirKompas.com, Amir menjadi salah-satu wakil Jong Sumatra dan ikut membidani kelahiran organisasi Jong Batak.
Pada 1937, Amir mendirikan Partai Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), yang berusaha membina segenap kekuatan-kekuatan antifasis dan prodemokrasi.
Baca Juga:Sejarah Pemberontakan PKI Madiun 1948 hingga Diumumkan Berdirinya Republik Soviet Indonesia
Belakangan, dia mengakui menerima uang dari pemerintah Belanda pada 1941 untuk "membiayai jaringan di bawah tanah" melawan invasi fasisme dan militerisme Jepang, tulis Ben Anderson dalam buku Revoloesi Pemuda, Pendudukan Jepang dan Pelawanan di Jawa 1944-1946 (1988).
Saat Jepang masuk, awal 1943, Amir ditangkap Kempetai Jepang dan dijatuhi hukuman mati, karena dianggap mengorganisasi gerakan gawah tanah - hukuman itu tidak pernah dijalankan setelah ada intervensi Sukarno-Hatta.
Setelah dipercaya menjadi menteri dalam kabinet awal, Amir menjadi Perdana Menteri (PM) Indonesia pada 1947 dan menjadi ketua delegasi Indonesia dalam perjanjian Renville — disepakati 17 Januari 1948 — yang hasilnya dianggap merugikan kedudukan Indonesia.
Baca Juga:Latar Belakang Pemberontakan PKI Madiun hingga Akhir Tragis Peristiwa Sejarah Ini
Lantas, Amir meletakkan jabatan, setelah sejumlah pimpinan partai menolak hasil perjanjian itu.
Maka berakhirlah pemerintahan Sayap Kiri.
Sebulan kemudian lahirlah Front Demokrasi Rakyat (FDR), yang menjadi penentang paling keras Kabinet Hatta.
Dalam organisasi FDR inilah, Amir merupakan salah-seorang pentolannya.
Baca Juga:Ringkasan Pemberontakan PKI Madiun 1948: Latar Belakang, Jalannya Pemberontakan, hingga Penyelesaian
Pada awal Agustus 1948, sosok yang disebut George Mc Turnan Kahin, dalam buku Nasionalisme dan Revolusi Indonesia (1995), sebagai "anggota Politbiro PKI pada permulaan tahun 1926 dan pendiri PKI ilegal pada 1935", Musso, datang ke Indonesia.
Dan, dua pekan kemudian, Amir Sjarifuddin secara terbuka mengumumkan bahwa dia sudah "menjadi komunis" sejak 1935.
"Dia bergabung dengan Partai Komunis Ilegalnya Musso di Surabaya," tulis Kahin.
Baca Juga:Muso: Salah Satu Pemimpin Pemberontakan PKI Madiun 1948, Pembawa Amanat dari Moskow
Beberapa bulan kemudian, meledaklah peristiwa Madiun 1948, yang menurut sejarah resmi, disebut sebagai pemberontakan PKI di Madiun.
Dalam pusaran itulah, Amir berada di pihak yang kalah — dan berakhir dengan kematiannya yang tragis.
(*)