Intisari-online.com - Seperti kita ketahui sejak lama, China merupakan negara yang berideologi Komunis sejak lama.
Selain itu Indonesiapun juga pernah memiliki partai berideologi Komunis, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI).
Jadi tidak heran jika pada masa itu, Indonesia pernah memiliki hubungan dekat dengan China.
Namun hubungan itu putus sejak 1967, pada masa Presiden Soeharto berkuasa.
Rezim Soeharto menganggap China di bawah Mao Zedong menjadi penyokong Partai Komunis Indonesia, bahkan dituding ikut campur dalam G30S.
Akibatnya hubungan Indonesia dengan China berakhir 30 Oktober 1967 kembali dibuka pada 8 Agustus 1990.
Kecurigaan keterlibatan China dan PKI dalam G30S bermula dari kunjungan Menteri Luar Negeri RI, Subandrio ke Tiongkok Januari 1966.
Dalam pertemuan ini Perdana Menteri Zhou Enlai menjanjikan 100.000 senapan jenis Chung pada Indonesia.
Penawaran ini gratis tanpa syarat, namun Subandrio kemudian melaporkannya ke Bung Karno.
Pasalnya, saat itu Indonesia dalam situasi genting akibat konfrontasi dengan Malaysia, yang dicap sebagai bentukan Inggris.
Malaysia dianggap ancaman kolonialis Barat bagi Indonesia.
Sebagai bentuk protes dan perlawanan terhadap Malaysia dan kekuatan Barat (Inggris dan AS), Indonesia keluar dari PBB 7 Januari 1965.
China juga ikut mewaspadai ancaman Barat, dan menginginkan Indonesia tidak jatuh dalam kolonialis Barat.
Menurut buku G30S dan Asia Dalam Bayang-Bayang Perang Dingin, (Kompas,2016), Sejarawan Universitas Nanyang Singapura, Taomo Zho mengatakan Tiongkok mendorong Presiden Soekarno.
Ia meminta Indonesia membentuk angkatan kelima yang oleh PKI diusulkan mempersenjatai mereka, karena melihat makin meningkatnya agresi Barat di Asia Tenggara.
Konfrontasi Indo-Malaysia memanas sejak 1964, memperburuk hubungan Indonesia dengan Inggris dan Amerika.
China yang berideologi komunis tak bisa diam saja, dan langsung menawarkan bantuan ke Indonesia.
Tak hanya menawarkan senjata laras panjang China juga menawarkan pengembangan senjata nuklir.
Soekarno dalam kongres Muhammadiyah ke-36, di Bandung 1965, mengatakan, "Insyaallah Indonesia dalam waktu dekat akan memiliki bom atom sendiri, bom atom bukan untuk menganggresi bangsa lain, tetapi untuk menjaga kedaulatan tanag air kita dari gangguan luar, jika kita diserang."
Indonesia tentu saja diragukan banyak pihak, karena mustahil memiliki teknologi membuat bom atom kecuali dibantu China.
Pasalnya, pada saat itu 16 Oktober 1964, China berhasil melakukan uji coba bom atom pertamanya, di Lop Nur, Gurun Gobi, Xinjiang.
Bantuan China ke Indonesia ternyata juga tak hanya dalam bentuk senjata api, tetapi juga sistem kesehatan, karena saat itu kesehatan Presiden Soekarno sedang memburuk.
Selain itu, petinggi PKI DN Aidit juga melakukan perbincangan dengan Mao Zedong.
PKI yang merupakan kekuatan kiri terbesar di Indonesia, menemparti tempat ke empat dengan 16 persen suara dari keseluruhan partai.
PKI juga lebih condong ke China daripada Uni Soviet.
Akibat menurunntya kesehatan Presiden Soekarno, PKI melakukan pembicaraan dengan Mao Zedong, transkrip percakapannya terungkap 5 Agustus 1965.
Aidit mengungkapkan, jika Soekarno meninggal akan menjadi persoalan kubu mana yang berada di atas angin.
"Percakapan ini menjadi asumsi oleh pengamat barat, bahwa kesehatan Soekarno menjadi penyebab kudeta PKI," ungkap Guru Besar Studi China, A Dahana.
Pada masa itu, yang pro dengan China hanya PKI dan Partai Komunis Albania, jadi China menginginkan pemerintahan Indonesia yang pro China.
PKI mencoba mengeliminasi kekuatan kanan Soekarno, termasuk angkatan bersenjata, demi kepentingan China di era Perang Dingin.
Namun, pernyataan tersebut menimbulkan polemik yang membingungkan, karena bukan berarti China terlibat langsung dalam G30S.
Pecakapan antara Mao dan Aidit, oleh Dahan diaryikan bahwa Aidit diminta untuk berhati-hati, selain itu China tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan PKI.
Bahkan dalam kesepakatan itu, 100.000 pucuk senjata yang dijanjikan China untuk mempersenjatai angkatan kelima juga tidak pernah datang ke Indonesia.