Intisari-online.com - Amerika dikenal sebagai salah satu kekuatan militer terkuat di dunia.
Namun Amerika dikenal memiliki dua saingan terkuat seperti China dan Rusia.
Meski demikian, ternyata baik China, Rusia, dan Amerika, ketiganya selalu mempertimbangkan untuk berperang meski, sudah sempat memanas dalam beberapa titik.
Bahkan, Jenderal John E. Hyten, Wakil Ketua Kepala Staf Gabungan AS, terang-terangan mengatakan bahwa perang antara AS dengan Rusia dan China harus dihindari.
Berbicara pada pertemuan yang diselenggarakan oleh Brookings Institution pada 13 September, Jenderal John E. Hyten memberi peringatan.
Wakil ketua Kepala Staf Gabungan AS, memperingatkan prospek yang mengerikan jika konflik antara kekuatan besar tidak terkendali.
"Kami tidak pernah berperang dengan Uni Soviet," kata Jenderal Hyten.
"Dalam hubungan dengan kekuatan besar hari ini, tujuannya bukan untuk berperang dengan Rusia dan China," tambahnya.
Menurut Jenderal Hyten, perang yang pecah antara AS dan Rusia dan China "akan menghancurkan dunia dan ekonomi global".
"Ini buruk untuk semua orang, dan kami yakin kami tidak akan menempuh jalan itu," katanya.
Setelah runtuhnya Uni Soviet, Jenderal Hyten mengatakan AS dan NATO sampai pada kesimpulan bahwa, "Rusia bukan lagi ancaman".
Namun, Rusia saat ini secara aktif memodernisasi persenjataan nuklirnya. Mungkin karena takut AS, kata Jenderal Hyten.
Rusia dan AS telah mengambil langkah-langkah untuk memulihkan hubungan, tetapi akan membutuhkan waktu lama untuk mencapai stabilitas, kata Jenderal Hyten.
Wakil ketua Kepala Staf Gabungan AS menyebutkan kekhawatiran AS tentang China, yang terus-menerus memodernisasi senjata nuklirnya, membangun ratusan peluncur rudal balistik lagi.
"Tidak ada batasan bagi China untuk menempatkan hulu ledak nuklir pada peluncur itu," kata Jenderal Hyten.
"Rusia dan AS saling menahan diri dengan kesepakatan untuk membatasi hulu ledak nuklir. Tetapi dengan China, tidak ada kesepakatan seperti itu. China tidak tunduk pada batasan apa pun," katanya.
Pada Desember 2020, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov memperingatkan bahwa Washington, bukan Moskow, yang meningkatkan ketegangan dengan mempertahankan persenjataan nuklir di Eropa.
Ryabkov mengatakan Kremlin "berharap bahwa AS dapat berhenti menempatkan senjata nuklir di luar negeri, berhenti berbagi senjata nuklir dengan negara-negara yang tidak memilikinya.
Karena ini mengancam akan menyebabkan ketidakstabilan, meningkatkan munculnya risiko lebih lanjut.