Intisari-online.com - Kembalinya Taliban menguasai Afghanistan setelah 20 tahun berlalu membuat banyak wanita ketakutan.
Wanita dihadapkan pada aturan ketat yang membuat mereka tersiksa di bawah pemerintahan Taliban.
Setidaknya wanita dilarang keluar rumah, atau diperbolehkan dengan syarat harus ditemani laki-laki.
Hal itu selaras dengan seorang juru bicara Taliban yang meminta wanita Afghanistan untuk tinggal di rumah sementara.
Ketika Taliban terakhir mengambil alih kekuasaan, wanita Afghanistan umumnya tidak diizinkan meninggalkan rumah mereka, dengan beberapa pengecualian.
Pelanggar dapat didenda atau bahkan dieksekusi, menurut New York Times.
Sekarang, sembilan hari setelah Taliban mendapatkan kembali kendali atas Afghanistan lebih dari 20 tahun kemudian.
Para pemimpinnya bersikeras bahwa sikap mereka terhadap perempuan akan berbeda dari sebelumnya.
Menurut para pemimpin Taliban, perempuan akan diizinkan pergi bekerja.
Anak perempuan juga bisa sekolah.
Namun, pada 24 Agustus, Zabihullah Mujahid, juru bicara Taliban, mengatakan wanita Afghanistan harus tinggal di rumah, setidaknya untuk saat ini.
Mujahid menyebut ini sebagai kebijakan "sementara" yang ditujukan untuk melindungi perempuan Afghanistan sampai Taliban memastikan lingkungan yang aman bagi mereka.
"Kami khawatir bahwa beberapa pria bersenjata baru kami tidak terlatih dengan baik dan mereka mungkin menganiaya wanita. Kami tidak ingin pria bersenjata kami menyakiti atau melecehkan wanita," kata pernyataan itu.
Mujahid menambahkan bahwa perempuan harus tinggal di rumah "sampai Taliban memiliki aturan baru" dan bahwa "upah perempuan akan dikirim ke rumah mereka".
Pernyataan juru bicara Taliban menggemakan komentar sebelumnya oleh Ahmadullah Waseq, wakil komisaris komite urusan budaya Taliban, di New York Times minggu ini.
Oleh karena itu, kata Waseq, Taliban "tidak masalah dengan perempuan yang memiliki pekerjaan, selama mereka mematuhi pemakaian jilbab.
"Tapi sekarang, kami meminta perempuan untuk tinggal di rumah sampai keadaan membaik. kembali normal," katanya.
Selama pemerintahan awal Taliban di Afghanistan (1996-2001), perempuan dilarang bekerja di luar atau meninggalkan rumah tanpa ditemani oleh anggota laki-laki dalam rumah tangga.
Mereka juga tidak diperbolehkan pergi ke sekolah dan dapat dipukuli jika melanggar aturan berdasarkan hukum Islam, seperti kewajiban untuk menutup aurat saat keluar.
Pernyataan Taliban, yang mengatakan pembatasan saat ini bersifat sementara, tidak lagi asing bagi wanita Afghanistan.
Taliban membuat pernyataan serupa ketika mereka terakhir mengambil alih negara itu (1996-2001), menurut Heather Barr, wakil direktur hak-hak perempuan di Human Rights Watch.
"Alasan yang mereka berikan adalah karena situasi keamanan yang tidak baik dan mereka menunggu untuk menjadi lebih baik sebelum memberikan manfaat kepada perempuan Afghanistan," kata Heather.
"Tetapi di masa lalu itu tidak terjadi. Saya dapat menjamin bahwa banyak perempuan Afghanistan, setelah mendengar penjelasan pada 24 Agustus, tidak terlalu percaya," kata Heather.
Brian Castner, penasihat krisis senior di Amnesty International, sebuah organisasi nirlaba berbasis di Inggris yang berfokus pada hak asasi manusia, mengatakan bahwa jika Taliban ingin memperlakukan wanita Afghanistan dengan lebih baik, mereka perlu melatih kembali penembak mereka.