Dituduh Kabur Sambil Gondol Uang Rp2,4 Triliun Saat Negaranya Dikuasai Taliban, Presiden Afghanistan Ini Akhirnya Buka Suara Malah Ungkap Kenyataan Asli yang Menimpa Dirinya Ini

Afif Khoirul M

Penulis

Ashraf Ghani

Intisari-online.com - Taliban berhasil mengjatuhkan pemerintahan Afghanistan dengan merebut ibu kota Kabul pada Minggu (15/8).

Kemenangan ini sekaligus mengukuhkan mereka untuk kembali berkuasa setelah 20 tahun lamanya.

Kemenangan Taliban itu, juga memaksa Presiden Afghanstan Ashraf Ghani meninggalkan negaranya.

Namun, perginya Ashraf Ghani menumbulkan kontroversi, karena dianggap membawa kabut uang 169 juta dollar AS (Rp2,4 triliun).

Baca Juga: 'Saya Tidak Marah, Saya Frustasi,' Keadaan Pentagon Ikut Mencekam Saat Taliban yang Pasukannya Bertumbuh Lebih dari 200.000 Kuasai Afghanistan

Sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan dia tidak memiliki informasi apapun terkait dengan kecurigaan bahwa Presiden Afghanistan Ashraf Ghani meninggalkan negara itu dengan membawa $169 juta.

"Saya tidak memiliki informasi apapun mengenai tindakan Ghani ketika dia meninggalkan negara itu," kata Psaki pada konferensi pers pada 25 Agustus.

Pekan lalu, duta besar Afghanistan untuk Tajikistan, Mohammad Zahir Aghbar, menuduh Ghani meninggalkan Kabul dengan 169 juta dollar AS sementara kota itu jatuh ke tangan Taliban.

Duta Besar Aghbar menyebutnya sebagai tindakan pengkhianatan terhadap negara dan meminta otoritas internasional untuk menangkap Ghani.

Baca Juga: Masih Ketar-Ketir dengan Kemenangan Taliban, Rusia Tiba-Tiba Lakukan Tindakan Darurat Kerahkan Pasukan Militernya ke Afghanistan Untuk Lakukan Hal Ini

Sebuah kantor berita Rusia juga mengkonfirmasi bahwa Ghani meninggalkan Kabul dengan empat kendaraan dan sebuah helikopter penuh uang.

Ghani membantah tuduhan itu, yang katanya "tidak berdasar" dalam sebuah video yang dibagikan dari Uni Emirat Arab (UEA), di mana dia mengajukan permohonan suaka.

"Saya terpaksa meninggalkan Afghanistan dengan pakaian tradisional, jas dan sandal yang saya kenakan," katanya.

"Jika saya tinggal, warga sipil yang tak terhitung jumlahnya akan menjadi martir, Kabul akan hancur dan menyaksikan tragedi," jelasnya.

"Bencana kemanusiaan yang mempengaruhi 6 juta penduduk ibukota," ucap Ghani.

Para pejabat AS sedang mengevakuasi ribuan warga mereka sendiri dan warga Afghanistan yang rentan yang mendukung misi militer AS selama 20 tahun di negara itu.

Dalam wawancara baru-baru ini dengan The New York Times, juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan gerakan itu ingin "membangun masa depan dan melupakan masa lalu".

Baca Juga: Pantesan Semudah Ini Taliban Bisa Mengetahui Pengkhianat, Ternyata Mereka Punya Alat Untuk Mengetahui Warga Afghanistan yang Jadi Mata-Mata AS

Mujahid juga membantah bahwa Taliban melakukan eksekusi balas dendam di luar Kabul.

Dia mengatakan bahwa wanita tidak lagi membutuhkan pria untuk menemani mereka kecuali mereka pergi lebih dari tiga hari dan meminta wanita untuk tinggal di rumah bersifat sementara.

Meskipun mengumumkan bahwa musik akan dilarang di depan umum, Mujahid mengatakan Taliban berharap untuk "membujuk" daripada "menekan" orang untuk mematuhi pembatasan tersebut.

Sebelum itu, tepat setelah menguasai Kabul, Taliban juga bersumpah untuk membentuk pemerintahan yang harmonis, menghormati hak-hak perempuan dan amnesti bagi semua warga Afghanistan.

Namun, komitmen ini dipertanyakan oleh penduduk setempat dan banyak negara.

Artikel Terkait