Intisari-Online.com - Dilaporkan sekitar 71 persen dari populasi Pulau Bali telah mendapatkan satu dosis vaksin.
Sementara itu, sebanyak 19 persen telah mendapatkan dosis vaksin kedua.
Jika dibandingkan dengan vaksinasi secara nasional, persentase tersebut terbilang tinggi.
Secara nasional, populasi yang telah mendapat vaksin dosis pertama hanya 22,5 persen dan 9,7 persen untuk vaksin dosis kedua.
Meski begitu, kondisi daerah di Indonesia yang disebut perekonomiannya paling terdampak pandemi Covid-19 ini masih mengundang kekhawatiran para ahli.
Media asing Aljazeera, melaporkan, ada kesenjangan mencolok dalam program vaksinasi pulau ini, dengan sekitar 130.000 orang –kebanyakan orang Barat- hanya memiliki sedikit akses ke vaksin.
Mereka terkonsentrasi di pusat selancar dan kehidupan malam di Canggu.
Bahkan, para ahli penyakit menular telah memperingatkan bahwa kesenjangan tersebut mengancam untuk terciptanya hotspot baru COVID-19.
Pada hari Jumat, Bali melaporkan 1.365 kasus baru dan 37 kematian.
“Ini adalah situasi yang sangat mengkhawatirkan,” kata Dr Dicky Budiman, ahli virologi yang telah membantu merumuskan rencana tanggap pandemi Indonesia selama lebih dari 20 tahun, dikutip Aljazeera.
“Anda tidak perlu 130.000 orang yang tidak divaksinasi untuk membuat kantong infeksi – 1.000 sudah cukup," katanya.
Budiman mengatakan, pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan seluruh populasi untuk vaksinasi, terlepas dari kewarganegaraan atau status visa mereka untuk melindungi seluruh masyarakat.
Sementara itu, ahli virus paling senior di Bali, Profesor Universitas Udayana Gusti Ngurah Mahardika, juga sependapat.
“Orang asing ini harus dimasukkan. Di AS, sekarang ada pandemi di antara mereka yang tidak divaksinasi.”
Saat ini, orang asing dengan visa jangka pendek tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin COVID-19 di Indonesia untuk melindungi pasokan.
Hanya mereka yang memiliki izin kerja, visa pensiunan atau perwakilan dari negara asing yang bisa mendapatkan suntikan melalui program vaksin gratis pemerintah atau “gotong royong”.
Kekurangan vaksin yang begitu akut disebut membuat pemerintah Prancis mengumumkan pada 20 Juli, bahwa mereka akan mengirim vaksin ke Indonesia untuk warganya.
“Rumah sakit di Bali memang menawarkan vaksin kepada wisatawan untuk waktu yang singkat tetapi sekarang sebagian besar ditolak,” kata Stuart McDonald, penerbit situs perjalanan Australia Travelfish yang tinggal di Bali.
“Jadi, sekarang kita memiliki situasi dengan banyak orang yang tidak divaksinasi terkonsentrasi di daerah di mana COVID sangat mematikan," katanya.
Para ahli penyakit menular secara konsisten mengatakan bahwa untuk mengalahkan virus, pemerintah harus memastikan bahwa sebanyak mungkin orang mendapatkan vaksinasi, mulai dari pekerja migran hingga pengungsi dan kelompok minoritas.
Seorang ahli ekologi kuantitatif yang mempelajari dinamika penyakit menular di Universitas James Cook Australia, Jamie Caldwell, mengatakan berbahaya untuk mengabaikan setiap bagian dari populasi selama peluncuran vaksin.
“Apa yang akan terjadi di Canggu akan bergantung pada banyak hal, termasuk seberapa banyak kelompok itu berinteraksi dengan populasi lainnya dan susunan demografis mereka,”
“Menurut saya, akan bermanfaat untuk mengadvokasi semua orang di Indonesia untuk memiliki kesempatan vaksinasi. Karena dengan mengabaikan kelompok individu mana pun, seluruh populasi lebih rentan terhadap penularan," katanya.
Ahli virologi top India, Shahid Jameel di Universitas Ashoka, juga percaya bahwa Indonesia melakukan kesalahan dengan gagal memasukkan turis ke dalam strategi vaksinasi Bali. Ia mengingatkan bahwa 'virus tidak membeda-bedakan'.
(*)