Intisari-Online.com- China tengah bertekad untuk mengembalikan Taiwan ke dalam kekuasaannya.
Cara apapun akan ditempuh China dan China tak akan membiarkan negara manapun untuk ikut campur membela Taiwan.
Berbicara bulan lalu, Presiden China Xi Jinping menyatakan: “Kami tidak akan pernah membiarkan siapa pun menggertak, menindas, atau menaklukkan China.
"Siapa pun yang berani mencoba melakukan itu akan dibenturkan kepalanya hingga berdarah ke Tembok Besar Baja yang ditempa oleh lebih dari 1,4 miliar orang China."
Sementara itu, ada narasi muncul, yakni bahwa Presiden China Xi Jinping, ditekan untuk mengundurkan diri oleh Li Keqiang dan anggota Politbiro lainnya, dikawal ke sebuah vila mewah di pantai.
Li, bersama dengan para pejabat tinggi sipil dan militer lainnya, membentuk pemerintahan baru di Beijing.
Meski begitu, itu adalah narasi imajinerdari buku yang baru-baru ini diterbitkanseperti yang dilansir Kompas.com dari VOA Indonesia pada Sabtu (24/7/2021).
Namun penulisnya, pensiunan diplomat Inggris Roger Garside, mengatakan kepada VOA bahwa dia yakin skenario itu mungkin bisa terjadi.
“Saya percaya AS dan sekutunya memiliki keunggulan ekonomi yang besar dibandingkan dengan China, dan kita harus menggunakannya untuk membawa perubahan rezim di China,” kata Garside dalam sebuah wawancara telepon dari rumahnya di London.
“Kami tidak dapat memutuskan dari luar bagaimana China akan diatur, tetapi seperti yang saya tunjukkan dalam buku saya, ada orang-orang di China yang ingin berubah, dan kita dapat bekerja untuk membantu orang-orang itu, kita dapat bekerja untuk mewujudkan kondisi di mana mereka dapat mencapai apa yang mereka inginkan,” paparnya.
Pandangan Garside tentang apa yang mungkin terjadi di China berakar pada pengalamannya sendiri selama 3 tahun sebagai analis utama politik internal China di Kedutaan Besar Inggris di Beijing.
Sebelum itu, ia menjabat sebagai perwira Inggris di Hong Kong, menyaksikan para pelarian yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk menyeberangi perbatasan ke Hong Kong pada 1958.
Namun, para ahli lain meragukan skenario itu.
Andrew Nathan, yang mengajar di Universitas Columbia di New York, menunjukkan bahwa ada langkah-langkah yang dirancang untuk mencegah jenis percakapan yang tidak sah di antara anggota Politbiro China yang akan memungkinkan koordinasi kudeta.
Yang memungkinkan, katanya, adalah seperti apa yang terjadi ketika pemimpin Soviet saat itu Nikita Khrushchev digulingkan pada 1964.
Garside berpendapat bahwa jika pejabat nomor dua di China Li Keqiang dan para pemimpin yang berpikiran sama menantang Xi, mereka kemungkinan akan mendapat dukungan publik.
(*)