Menguak Web Satanic Indonesia dan Keberadaanya, Inikah Kitab Setan Pertama Kali yang Mengajarkan Mantra Sihir dan Ritual Pemuja Setan

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

situs satanic
situs satanic

Intisari-online.com - Keberadaan satanic lokal memang menjadi misteri di Indonesia, meski sempat dibocorkan oleh Komika Mongol Stress, di podcast Deddy Corbuzier.

Lokal Satanic Chruch atau gereha setan lokal di Indonesia, merupakan sekte yang masih ada di Indonesia.

Menurut Mongol, mereka tersebar di beberapa wilayah yaitu Tanah Abang, Kepala Gading, dan Pondok Indah.

Keberadaan Satanic Indonesia, ini pun mengundah perhatian banyak warganet di Indonesia.

Baca Juga: Hati-Hati 5 Situs Web Satanic Ini Jangan Dibuka, Karena Ajarkan Sekte Pemujaan Setan!

Bahkan sampai orang-orang mencari satanic Indonesia website, alias web satanic untuk mengetahui keberadaanya.

Meski demikian, ajaran ini konon telah ada sejak lama, di mana salah satu kitabnya yang terkenal disebut dengan nama Codex Gigas.

Codex Gigas disebut-sebut sebagai kitab setan yang dibuat pada abad ke-13 oleh Herman, seorang biarawati terkutuk yang membuat perjanjian dengan Iblis.

Herman yang menerima hukuman dari gereja disebut berpaling pada Lucifer, sebelum akhirnya memberikan jiwanya.

Baca Juga: Kisah MS-13 Geng Brutal yang Dibantu dan Dilindungi 'Iblis' Dalam Melakukan Kejahatan, 'Kadang Iblis Memintamu Melakukan Sesuatu Untuknya'

Codex Gigas berisi terjemahan Vulgata dari Alkitab tapi itu hanya terdiri setengah dari buku besar.

Buku tebal itu juga berisi empat buku lagi: dua tulisan Josephus Flavius tentang sejarah Yudaisme, sebuah ensiklopedia yang disebut Etymologiae, dan sebuah teks medis oleh Constantine the African.

Sementara Codex terutama ditulis dalam bahasa Latin, itu juga berisi sejumlah besar alfabet lainnya, seperti bahasa Ibrani dan Slavik.

Bagian asli dari Codex jauh lebih gelap, ada risalah tentang pengakuan dosa dan diikuti oleh ilustrasi satu halaman penuh tentang Surga dan Iblis.

Setelah itu muncul beberapa halaman yang didedikasikan untuk sulap dan mantra sihir, yang diyakini sebagai bagian dari ritual pengusiran setan.

Para pakar menyarankan bahwa pengajaran ini digunakan untuk mengusir kejahatan dari orang-orang yang menderita penyakit.

Sementara Codex Gigas yang ada kini memiliki 310 halaman, buku tebal itu awalnya berisi antara 320 dan 322 halaman.

Menariknya, bagian-bagian yang hilang dari buku itu tidak jatuh begitu saja, karena para arsiparis mencatat bahwa halaman-halaman itu sengaja dipotong dari penjilidan.

Baca Juga: Terpengaruh Sekte Penyembah Setan Dua Bocah Berusia 11 dan 12 Nekat Merencanakan Pembunuhan Massal

Penemuan ini telah menyebabkan spekulasi yang tak ada habisnya tentang isi dari bagian yang hilang.

Para ahli percaya bahwa beberapa halaman memuat daftar aturan untuk biara tempat buku itu awalnya disimpan, tetapi mereka juga mencatat bahwa aturan-aturan itu hanya terdiri paling banyak dua halaman.

Beberapa percaya bahwa halaman dihancurkan karena konten mereka dianggap terlalu berbahaya, sementara yang lain berpikir mereka dicuri untuk tujuan rahasia dan jahat.

Dalam karya fiksi The Devil's Prayer, halaman-halamannya memuat doa tituler, dan bila dilafalkan dapat memunculkan bencana mengerikan yang tak terbayangkan.

Namun, kepengarangannya tidak dapat dikonfirmasi, karya tersebut ditandatangani oleh seorang biarawan bernama Hermanus monachus inclusus (diterjemahkan dari bahasa Latin menjadi "Herman the Recluse").

Setelah mempelajari teks itu dengan cermat, para sejarawan modern telah menarik beberapa kesimpulan tentang kepenulisan buku tebal ini.

Pertama, kaligrafi itu unik dan konsisten di seluruh keseluruhan karya, yang artinya ditulis oleh satu orang.

Kedua, perlu waktu sekitar lima tahun kerja tanpa henti untuk bahkan menyalin teks dengan tangan.

Baca Juga: Jangan Dibuka! 5 Situs Internet Ini Ajarkan Sekte Pemujaan Setan

Secara realistis, jika Herman menghabiskan waktu lima jam sehari untuk mengerjakan buku itu, dia akan membutuhkan waktu setidaknya dua puluh tahun untuk menyelesaikannya.

Padahal, pada abad ke-13, angka harapan hidup rata-rata hanya 31 tahun, jadi kemungkinan besar Codex Gigas adalah karya hidup Herman si Petapa.

Codex Gigas Berpindah Tangan Berulang Kali Selama Berabad-abadThe Codex Gigas tidak menetap secara permanen di kota di mana ia pertama kali diciptakan.

Selama bertahun-tahun, itu telah dijual, dipinjam, dan dicuri.

Artikel Terkait