Intisari-online.com -Nama Egianus Kogoya kembali mencuat dalam serangan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.
Terbaru, TNI diserang KKB Papua di Distrik Mapenduma, Kabupaten Nduga, Selasa 13 Juli 2021.
Dua anggota TNI dari Yonif 751/VJS terluka akibat baku tembak ini.
Mereka adalah Lettu Inf Sukma Panunjang dan Praka Abdul Hamid.
"Betul (ada kontak senjata di Nduga). Sekarang prajurit korban tembak KKB tersebut sudah dievakuasi ke RSUD Timika."
"Kondisi mereka berdua sadar dan stabil. Sudah ditangani oleh dokter RSUD dan dokter militer yang ada di Timika," ungkap Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen Ignatius Yogo Triyono, Selasa.
Sosok Egianus Kogoya pun kini bisa dikatakan sebagai DPO paling berbahaya dari pada sejumlah pemimpin KKB yang lain.
Sejarah menelusuri kejahatan Egianus Kogoya sudah dimulai sejak tahun 2018 silam.
Yaitu ketika terjadi penembakan di Papua tepatnya di jembatan Nduga, Papua.
Saat itu ada 31 orang pekerja proyek tewas dan satu personel TNI.
Egianus Kogoya merupakan pimpinan gerakan OPM yang kerap terlibat dalam serangkaian aksi penembakan keji.
Ia juga menyerang lapangan terbang Kenyam, ibu kota Kabupaten Nduga, menyebabkan satu pilot Trigana Air tewas beserta dua warga sipil.
Kemudian dua anak beserta kedua orang tuanya tewas dibunuh dalam serangan itu.
Tahun 2018 juga Egianus Kogoya beserta bawahannya menyandera 15 guru dan tenaga medis di Mapenduma, Nduga.
Ia dikabarkan memiliki 20-25 senjata api berstandar militer.
Senjata itu didapatkan dari rampasan TNI-Polri.
Senjata itu lalu dipakai untuk melakukan aksi penembakan di Papua.
Salah satunya adalah penembakan di proyek pembangunan jembatan yang menewaskan 31 pekerja.
Insiden penembakan yang terjadi sering menimpa aparat, bahkan warga sipil juga sering menjadi sasarannya.
Jika Insiden penembakan terjadi, pemerintah mengklaim KKB adalah biang dari kekerasan yang terjadi tersebut.
Hasilnya, pembalasan besar-besaran dilakukan aparat, ungkap Sidney Jones, Direktur Institut Kebijakan Analis Konflik, pada AFP.
Bagi Sidney Jones, hal itu telah menempatkan Papua pada kekerasan tanpa akhir.
Penembakan yang terjadi diwarnai dengan kekerasan terburuk, setelah periode panjang.
Selain itu, minimnya informasi di Papua membuatnya sangat sulit untuk mengerahui apa yang terjadi di Papua saat ini.