Intisari-Online.com -Utang Indonesia yang terus membengkakmembuat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) khawatir pemerintah akan kesulitan untuk membayarnya.
BPK telah mengaudit laporan keuangan pemerintah pusat di era pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun lalu, termasuk penggunaan APBN 2020.
Lembaga auditor tersebut menyatakan kekhawatiran kesanggupan pemerintah dalam melunasi utang plus bunga yang terus membengkak sejak beberapa waktu terakhir.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna berujar, utang pemerintah semakin jor-joran akibat merebaknya pandemi virus corona (Covid-19).
Pertumbuhan utang dan biaya bunga yang ditanggung pemerintah ini melampaui pertumbuhan PDB nasional.
Dikutip dari Kompas TV pada Rabu (23/6/2021), Agung mengatakan, "Meskipun rasio defisit dan utang terhadap PDB masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara, tapi trennya menunjukkan adanya peningkatan yang perlu diwaspadai pemerintah."
Lembaganya menyoroti kenaikan utang pemerintah Presiden Jokowi yang melebihi kebutuhan. Ia menjelaskan, realisasi pendapatan negara dan hibah di tahun 2020 sebesar Rp 1.647,78 triliun.
Kemudian realisasi belanja negara sebesar Rp 2.595,48 triliun, sehingga defisit APBN mencapai Rp 947,7 triliun.
Untuk menutupi defisit, pemerintah menarik utang sebesar Rp 1.193,29 triliun. Jumlah itu setara 125,91 persen dari nilai defisitnya. Akibatnya, terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp 245,59 triliun.
Agung mengatakan, "Realisasi pembiayaan tersebut terutama diperoleh dari penerbitan Surat Berharga Negara, Pinjaman Dalam Negeri, dan Pembiayaan Luar Negeri Sebesar Rp 1.225,99 triliun, yang berarti pengadaan utang tahun 2020 melebihi kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit."
Sebaliknya,Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan justru mengatakan bahwa kondisi utang Indonesia masih dalam rasio batas yang aman.
Luhut menegaskan saat ini rasio utang Indonesia sebesar 40% dari produk domestik bruto (PDB).
Melansir berbagai sumber, dalam webinar dengan MNC Group, Kamis (24/6/2021), Luhut mengatakan, "Utang Indonesia masih sebesar 40 % dari PDB kita. Jadi kalau dibandingkan dengan yang lain lain kita jauh masih lebih rendah."
Luhut menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 membuat utang negara-negara di dunia naik.
Tidak ada satupun negara di dunia yang utangnya tidak membengkak.
Luhut mengatakan, "Memang naik gara-gara Covid-19, tapi siapa di dunia ini yang utang tidak naik utangnya karena Covid-19 ini. Amerika Serikat sudah mencetak beberapa triliun dollar. Kita baru beberapa puluh miliar dollar untuk ini adalah."
Luhut menilai bahwa banyak kalangan yang melihat utang pemerintah saat ini dari satu angle saja, tidak melihat dari sisi yang lainnya.
Dia menerangkan, "Jadi saya lihat kadang-kadang di masyarakat kita yang menamakan di ahli-ahli kadang-kadang ngomong dari satu angle saja, tidak melihat angle lainnya."