Intisari-Online.com - Israel terus menunjukkan sikap menentang kembalinya Amerika Serikat ke Kesepakatan Nuklir Iran, sementara pembicaraan terkait hal tersebut masih terus berlangsung.
Baru-baru ini peringatan datang dari sosok yang tak biasa, agar AS tidak kembali ke Kesepakatan Nuklir 2015 yang telah ditinggalkan AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump paa 2018 silam.
Sosok tersebut adalah Kepala Staf IDF, Letnan Jenderal Aviv Kohavi, yang menyampaikannya saat berada di Washington untuk membahas ancaman yang ditimbulkan program nuklir Teheran.
Mengutip The Jerusalem Post(22/6/2021), kritik terhadap kebijakan luar negeri sekutu dari pemegang jabatan Kepala Staf jarang terjadi.
Kohavi sberada di Washington dalam kunjungan empat hari dan mengadakan pertemuan dengan beberapa tokoh AS.
Di antaranya Menteri Pertahanan Lloyd Austin, Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan, Ketua Kepala Staf Gabungan Mark Milley, kepala Komando Pusat AS Jenderal Kenneth McKenzie, dan kepala Komando Operasi Khusus AS (SOCOM) Jenderal Richard Clark.
Dalam pernyataan publik yang tak biasa, Kohavi menjelaskan bahwa dia memandang Rencana Aksi Komprehensif Gabungan 2015 sebagai 'berbahaya'.
Kohavi sendiri pada bulan Januari mengatakan bahwa dia telah mengarahkan IDF untuk mempersiapkan rencana operasional baru untuk menyerang Iran guna menghentikan program nuklir mereka jika perlu.
“Iran dapat memutuskan bahwa ia ingin maju ke bom, baik secara diam-diam atau dengan cara yang provokatif. Berdasarkan analisis dasar ini, saya telah memerintahkan IDF untuk menyiapkan sejumlah rencana operasional, selain yang sudah ada.
"Kami sedang mempelajari rencana ini dan kami akan mengembangkannya selama tahun depan,” kata Kohavi dalam pidatonya di konferensi tahunan lembaga think tank Institute for National Security Studies saat itu.
“Tentu saja pemerintah yang akan memutuskan apakah mereka harus digunakan. Tetapi rencana-rencana ini harus ada di atas meja, ada dan dilatih, ”tambahnya.
Sementara, selama perjalanannya yang merupakan yang pertama sebagai perwira tinggi militer Israel, ia bertemu dengan rekan-rekan Amerika-nya untuk membahas tantangan keamanan bersama di kawasan itu.
Apa yang dibahasnya termasuk isu-isu yang berkaitan dengan ancaman yang ditimbulkan oleh proyek nuklir Iran, upaya Teheran untuk mengakar di wilayah tersebut, Timur Tengah, upaya Hizbullah untuk memperkuat diri dan konsekuensi dari proyek rudal presisi kelompok teror Lebanon.
Para pemimpin juga membahas tantangan dan tanggapan terkait di arena Palestina, dengan fokus di Jalur Gaza.
Kohavi juga menyajikan takeaways utama militer dari Operasi Penjaga Tembok.
Kunjungan ke Washington ini merupakan kunjungan yang harusnya dilaksanakan pada bulan April, tapi ditunda karena pertempuran dengan Hamas dan kelompok teror lainnya di Jalur Gaza.
Pembicaraan tentang Kesepakatan Nuklir Iran sendiri masih berlangsung, dengan pertemuan terakhir diadakan pada hari Minggu (20/6/2021) kemarin di Wina.
Dilaporkan bahwa kemajuan didapat dari pertemuan tersebut.
Melansir cnbc.com, Beberapa diplomat yang terlibat dalam pembicaraan mengatakan mereka membuat kemajuan baru-baru ini dan bahwa hasil yang mereka negosiasikan perlu disetujui oleh pemerintah masing-masing.
Namun, ada juga kekhawatiran bahwa pemilihan Presiden baru Iran Ebrahim Raisi dapat semakin memperumit kemungkinan kembalinya perjanjian tersebut.
Diplomat senior dari China, Jerman, Prancis, Rusia dan Inggris bertemu di sebuah hotel di ibu kota Austria untuk pertemuan terakhir perundingan putaran keenam di Wina.
Perwakilan tinggi Rusia Mikhail Ulyanov menulis dalam sebuah tweet Sabtu malam bahwa anggota Rencana Aksi Komprehensif Gabungan, atau JCPOA, “akan memutuskan jalan ke depan pada pembicaraan Wina. Kesepakatan tentang pemulihan kesepakatan nuklir dapat dicapai tetapi belum diselesaikan.”
Delegasi AS sendiri mengambil bagian dalam pembicaraan tidak langsung dengan Iran di Wina, dengan diplomat dari kekuatan dunia lain bertindak sebagai perantara.
Sementara wakil menteri luar negeri Iran untuk urusan politik mengatakan hari Minggu bahwa hampir semua dokumen perjanjian JCPOA telah siap dinegosiasikan dan bahwa para diplomat yang terlibat akan segera kembali ke negara asal mereka untuk segera mengambil keputusan akhir.
(*)