Intisari-online.com - Kepemimpinan Benjamin Netanyahu selama 12 tahun tampaknya telah berakhir dan digantikan Naftali Bennett.
Seperti kita tahu, Israel memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Amerika Serikat.
Bahkan saking dekatnya, Amerika tak segan gunakan hak vetonya untuk membela negara Yahudi tersebut.
Meski memiliki kedekatan yang diluar nalar, dalam pidato terakhir Benjamin Netanyahu sebagai Perdana Menteri Israel, ia malah mengecam Amerika.
Sebagai mantan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengeluarkan kalimat perpisahan kepada Presiden AS Joe Biden.
Namun, ungkapan perpisahan yang dilontarkan oleh Benjamin Netanyahu justru kecaman terjadap Joe Biden.
Menurut Daily Express, pada Senin (14/6/21), Benjamin Netanyahu menyinggung kesepakatan nuklir Iran.
Hal itu membuat Benjamin Netanyahu marah, dan mengecam tindakan Amerika Serikat tersebut.
Benjamin Netanyahu yangDijuluki "Raja Israel" karena menjabat selama 12 tahun.
Sebelum lengser Netanyahu memperingatkan kembali ke perjanjian penting yang sebagian ditengahi oleh Barrack Obama akan "mengancam keberadaan Israel".
Pada hari Minggu Knesset, parlemen Israel, memilih 60-59 untuk pemerintahan koalisi baru dan Naftali Bennett dilantik sebagai pemimpin negara Yahudi.
Setelah digulingkan, Netanyahu memberikan pidato yang meriah kepada para politisi yang diperkirakan berlangsung selama 15 menit tetapi berlangsung selama lebih dari satu jam.
Politisi kanan-tengah, yang terkenal dekat dengan mantan Presiden Amerika Donald Trump, juga mengecam ambisi Presiden Biden.
Dia mengatakan kepada Knesset, "Perdana menteri Israel harus bisa mengatakan 'tidak' kepada presiden Amerika Serikat tentang isu-isu yang mengancam keberadaan kita."
"Komentarnya merupakan tamparan langsung terhadap permintaan dari Washington untuk tidak membahas ketidaksepakatan kami di depan umum," katanya.
Sejak memasuki Ruang Oval pada Januari, Presiden Biden telah menegaskan kembali niatnya untuk membawa AS kembali ke dalam perjanjian internasional.
Pendahulunya menarik negara itu dari pakta pada 2018 dan segera mengembalikan sanksi ekonomi yang melumpuhkan Republik Islam (Iran) atas ambisi nuklirnya.
Setelah mantan Presiden Obama mengumumkan kesepakatan pada Juli 2015, ia menggembar-gemborkannya sebagai kemenangan bagi komunitas internasional.
Tetapi hal ini jelas membuat Benjamin Netanyahu tidak senang.
Netanyahu lalumempermalukan mantan pemimpin Demokrat dengan menyebutnya "kesepakatan yang sangat buruk" dalam pidatonya kepada anggota parlemen di Kongres AS di Capitol Hill akhir tahun itu.
Terakhir kali Netanyahu digulingkan sebagai pemimpin Israel, pada tahun 1999.
Ia mengakhiri masa jabatan pertamanya dengan segelas anggur di tangannya dan kata-kata sambutan yang ramah kepada pemimpin partai Buruh saat itu Ehud Barak, yang mengalahkannya dalam pemilihan.
Netanyahu sendiri, masih bertekad akan merebut kembali kepemimpinannya di Israel, dengan menggulingkan pemimpin Israel yang menggantikannya saat ini.
Topaz Luk, seorang pembantu senior Netanyahu, mengatakan kepada Radio Angkatan Darat bahwa dia "dipenuhi dengan motivasi untuk menggulingkan pemerintah berbahaya ini secepat mungkin".
Luk menolak untuk mengungkapkan strategi kembalinya Netanyahu, hanya menunjuk pada margin dukungan yang tipis dari pemerintahan baru di parlemen.
Pemimpin baru Israel bertekad untuk memberikan standar hidup yang lebih tinggi ke Israel setelah berbulan-bulan kelumpuhan politik.
Bennett sebelumnya bekerja di kabinet Netanyahu dan menunggu lama untuk muncul dari bayang-bayang perdana menteri.
Setelah menggulingkan Netanyahu, pemimpin partai Yamina mengatakan dia akan mengambil garis keras yang sama jika kembali ke kesepakatan.
Berbicara di parlemen pada hari Minggu, Bennett memberi tahu Presiden Biden bahwa ia akan mengikuti jejak pendahulunya dalam menentang segala upaya AS untuk bergabung kembali dengan perjanjian tersebut.
Analis telah memperingatkan bahwa kekuatan pemerintah koalisi baru Israel, yang terdiri dari delapan partai, akan sangat diuji dan setiap kelemahan akan segera terungkap.
Perjanjian yang ditengahi oleh Yair Lapid menyatukan para pemimpin partai di seluruh spektrum politik dalam keinginan mereka untuk menggulingkan Netanyahu.
Setelah koalisi diumumkan, orang-orang Israel yang lelah dengan pemilihan berulang-ulang turun ke jalan untuk merayakannya.