Intisari-Online.com - Pemerintah Israel telah mengecam keras pemilihan hakim garis keras Ebrahim Raisi.
Mereka mengatakan bahwa itu harus menandakan berakhirnya kesepakatan nuklir Teheran dengan kekuatan dunia.
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett pada hari Minggu mengatakan pemilihan Ebrahim Raisi sebagai presiden Iran menandai lahirnya "rezim algojo brutal" yang tidak dapat dipercaya dalam kesepakatan nuklir.
Baca Juga: Zionisme Lahir Lebih dari 120 Tahun yang Lalu, Bagaimana Perkembangannya Sekarang?
Dilansir dari DW, Sabtu (19/6/2021), Raisi, seorang ulama konservatif berusia 60 tahun, mengambil alih pada saat kritis.
Yakni ketika Iran berusaha menyelamatkan kesepakatan nuklirnya yang compang-camping dengan kekuatan besar dunia.
Apa yang dikatakan orang Israel?
"Pemilihan Raisi, menurut saya, adalah kesempatan terakhir bagi kekuatan dunia untuk bangun sebelum kembali ke perjanjian nuklir."
"Dan untuk memahami dengan siapa mereka berbisnis," kata Bennett.
"Orang-orang ini adalah pembunuh, pembunuh massal."
Raisi termasuk dalam sanksi yang dikenakan oleh AS pada tahun 2019 terhadap anggota lingkaran dalam Khamenei.
Departemen Keuangan AS mengutip keterlibatannya dalam komisi kematian 1988, yang menyaksikan sebanyak 5.000 orang dieksekusi pada akhir perang Iran-Irak.
Dia juga terlibat dalam penumpasan protes setelah pemilihan presiden 2009 yang disengketakan.
Pemilihan menjadi lebih dari penobatan setelah pesaing terkuat Raisi didiskualifikasi dari pemungutan suara.
Sebuah panel ulama dan ahli hukum yang diawasi oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei hanya mengizinkan empat dari 600 kandidat untuk akhirnya ambil bagian.
(*)