Penulis
Intisari-Online.com – Kisah Ruth Gruber, seorang jurnalis yang membantu pengungsi Yahudi selama Perang Dunia II, meninggal di usia 105 tahun.
Ruth Gruber bergegas masuk kerja pagi, ketika dia melihat berita bahwa 1.000 pengungsi Yahudi dibawa ke AS.
Para pengungsi itu rupanya melarikan diri dari Holocaust Nazi.
Ketika itu Gruber bekerja untuk Sekretaris Dalam Negeri.
“Saya segera menyingkirkan sarapan saya dan bergegas ke kantor dan saya pikir, ‘Saya harus menemui Sekretaris.’ Saya kemudian mengatakan kepadanya, ‘Seseorang harus pergi dan memegang tangan mereka; mereka pasti ketakutan’,” kata Gruber.
Dan orang itu adalah dia!
Gruber juga mewawancarai para pengungsi saat dia bepergian bersama mereka ke Fort Ontario di Oswego.
Dia kemudian menggunakan hasil wawancara itu ke dalam bukunya, Haven: The Dramatic Story of 1,000 World War II Refugees and How They Came to America (Haven: Kisah Dramatis 1.000 Pengungsi Perang Dunia II dan Bagaimana Mereka Datang ke Amerika.).
Pada tahun 2016 Gruber meninggal pada usia 105 tahun di rumahnya, seperti keterangan editornya Philip Turner.
Gruber lahir di Brooklyn dan kuliah di Universitas New York pada usia 15 tahun.
Dia mendapatkan gelar Ph.D., dari Univeristas Cologne di Jerman sebelum berusia 20 tahun.
Dia menulis disertasinya tentang Virginia Woolf dan kemudian dapat bertemu dengannya.
Setelah kuliah, Gruber masuk ke dunia jurnalistik.
Menjadi seorang koresponden asing, dia mengunjungi tempat-tempat seperti Kutub Utara Soviet dan Siberia.
Dia menulis sendiri artikel dari kedua tempat itu dan mengambil foto-fotonya.
Kemudian dia diangkat sebagai asisten khusus Sekretaris Dalam Negeri Harold Ickes, selama Perang Dunia II.
Selama pengangkatannya itu, dia melakukan penelitian untuk melihat apakah veteran yang kembali dapat menetap di Alaska.
Pada tahun 1944, dia terlibat dalam misi untuk membawa 1.000 pengungsi Yahudi dari Eropa ke Amerika.
Dia mendorong agar para pengungsi itu dapat diberikan kewarganegaraan AS, yang akhirnya terjadi demikian.
Setelah perang usai, dia kembali ke jurnalisme, meliput pengungsi Yahudi dan gerakan untuk kemungkinan beberapa dari mereka bisa menetap di Palestina.
“Saya pikir, di mana pun ada ketidakadilan, kita harus melawannya, dan alat apa yang lebih baik daripada jurnalisme? Saya selalu membawa mesin tik Hermes kecil saya yang beratnya sekitar 746 gram dan dua kamera saya,” katanya dalam wawancara dengan Telegraph.
Dia kemudian menerima penghargaan dari berbagai organisasi, termasuk Museum Toleransi Simon Wiesenthal Center.
Museum Penampungan Aman Pengungsi Holocaust Haven di Oswegeo didedikasikan untuk kisah 1.000 pengungsi yang datang ke AS, menurut syracuse.com.
Gruber sempat menikah dua kali.
Namun, kedua suaminya itu mendahuluinya dalam kematian.
Gruber meninggalkan seorang putra dan putri dari pernikahan pertamanya.
Baca Juga: Tempat Persembunyian Orang-orang Yahudi pada Perang Dunia Kedua Ditemukan di Polandia
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari