Intisari-Online.com -Sebuah video perkelahian antara pengunjung dan pemiliki sebuah restoranviraldi media sosial.
Peristiwa tersebut diketahui terjadi di sebuah restoran dilokasi wisata Telaga Sarangan, Plaosan, Magetan, Jawa Timur.
Insiden tersebut, menurut keterangan polisi, berawal saat seorang pengunjung membeli sate ayam dari pedagang keliling.
Sate tersebut kemudian dibawa masuk ke dalam restoran oleh sang pengunjung.
Nah, hal inilah kemudian memancing pemilik restoran untuk menegur pedagang sate ayam keliling.
“Saat menunggu makanan, pengunjung ini pesan sate keliling untuk anaknya, kemudian dibawa masuk ke rumah makan,” kata Kapolsek Plaosan AKP Munir melalui pesan singkat, Rabu (2/6/2021), seperti dilansirkompas.com.
Melihat hal tersebut, sang pengunjung restoran lalu tergerak untuk membela pedagang yang satenya dia beli.
Tak ayal, kedua belah pihak pun akhirnya terlibat adu mulut yang berujung pada perkelahian, seperti yang terlihat dalam video berdurasi 20 detik yang menyebar di media sosial.
Faktanya, restoran tidak hanya berhak, melainkan wajib untuk melarang pengunjungnya membawa makanan dari luar.
Bahkan, alasannya sendiri bukan karena akan membuat pengunjung tak membeli makanan di restorannya.
Lebih jauh lagi, restoran bisa jadi harus berurusan dengan sebuah proses yang cukup rumit.
Selain rumit, proses tersebut juga akan membuat restoran harus merogoh kocek tak sedikit, yaitu jutaan rupiah.
Proses yang dimaksud adalah proses sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sebab, seperti disampaikan olehKepala Bidang Sosialisasi dan Promosi Halal LPOM MUI, Lia Amalia, proses mendapatkan sertifikasi halal tidaklah mudah.
Ada 11 kriteria jaminan halal yang wajib dipenuhi oleh restoran yang mencakup bahan, sumber daya manusia, proses, dan produk yang wajib dipenuhi.
Selain itu, sertifikasi halal juga tidak berlaku selamanya, melainkan hanya berlaku selama dua tahun.
Apalagi, biaya untuk bisa mendapatkan sertifikasi halal MUI tidaklah murah, khususnya untuk perusahaan besar.
"Standar per sertifikat Rp 1 juta - Rp 5 juta untuk perusahaan menengah ke atas, dan untuk perusahaan kecil-menengah Rp 0 - Rp 2,5 juta," kata Direktur LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lukmanul Hakim, di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (26/2/2014), seperti dilansir dari kompas.com.
"Ini di luar dari transportasi dan akomodasi, tergantung besar atau kecilnya perusahaan."
Belum lagi terkadang ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh restoran terkait akomodasi petugas sertifikasi halal MUI.
Menurut Lukman, LPPOM hanya menerima tiket perjalanan, serta reservasi penginapan atau hotel.
"Jadi tidak pernah dalam bentuk uang," imbuhnya.
Untuk itulah, Lia Amalia menegaskan pentingnya restoran untuk melarang pengunjungnya makanan dari luar.
Bahkan, menurut Lia Amalia, ketentuan tersebut bersifat kewajiban yang harus dipatuhi oleh restoran yang sudah bersertifikasi halal.
Sebab, jika tidak dilarang, maka bisa ada kemungkinan ada makanan non-halal yang dibawa masuk ke dalam restoran.
Jika sampai terlanggar dan benar-benar ada makanan non-halal yang terbawa masuk, maka sertifikasi halal restoran tersebut bisa saja harus dievaluasi.