Intisari-Online.com – Inilah Yitzhak Rabin yang dijuluki ‘martir untuk perdamaian’, PM Israel yang kematiannya justru ditangisi oleh bangsa Arab, meski kebengisannya lahirkan intifadah pertama.
Yitzhak Rabin merupakan perdana menteri kelima Israel, sekaligus perdana menteri kelahiran pribumi pertama bangsa itu.
Rabin mengabdikan diri seumur hidupnya sebagai pelayan publik di pemerintahan.
Tugasnya di berbagai posisi, mulai dari kepala staf Angkatan Pertahanan Israel, duta besar untuk Amerika Serikat, anggota Knesset (Parlemen Israel), dan dua periode sebagai Perdana Menteri.
Dengan pikiran analitis yang brilian, Rabin juga memiliki reputasi sebagai pemimpin yang jujur.
Saat menjabat sebagai pemimpin Israel, ia menginisiasi Perjanjian Oslo dengan Palestina dan Perjanjian Damai dengan Yordania.
Anugerah Hadiah Nobel Perdamaian atas usahanya itu diberikan untuknya pada tahun 1994, setelah penandatanganan Perjanjian Oslo.
Di Yerusalem, Yitzhak Rabin pahir pada Maret 1922.
Ketika itu Israel masih di bawah pengawasan Mandat Inggris untuk Palestina.
Nehemiah Rubitzov dan Rosa Cohen Rubitzov adalah nama kedua orangtuanya.
Di Ukrania, tempat lahir ayahnya, yang kemudian berimigrasi ke Israel dari Amerika Serikat.
Ibunya lahir di Rusia dan tiba di Palestina pada 1919, sebagai bagian dari pelopor Aliya Ketiga (gelombang imigrasi).
Keluarga itu tinggal sebentar di Haifa, lalu di Tel Aviv, tempat Yitzhak dibesarkan, dan saudara perempuannya Rachel lahir pada 1925.
Keluarga Rabin memupuk komitmen terhadap layanan publik.
Kedua orangtua Rabin adalah aktivis relawan hampir sepanjang hidup mereka.
Perjuangan politik
Rabin menjadi duta besar negaranya untuk Amerika Serikat pada tahun 1968 setelah pensiun dari ketentaraan.
Hubungan dekat dengan para pemimpin AS dia jalin dengan baik, ia pun membeli sistem senjata AS yang canggih untuk Israel.
Namun, dia mendapat kecaman dari kelompok garis keras Israel, ketika menganjurkan penarikan diri dari wilayah Arab, yang diduduki dalam Perang 1967.
Proposal itu diajukannya sebagai bagian dari penyelesaian perdamaian Timur Tengah secara umum.
Ketika kembali ke Israel pada Maret 1973, Rabin aktif dalam politik Israel.
Pada bulan Desember, dia terpilih di Knesset (parlemen) sebagai anggota Partai Buruh.
Pada Maret 1974 Rabin menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dalam kabinet Perdana Menteri Golda Meir.
Pada April 1974 ketika Meir mengundurkan diri, Rabin mengambil alih kepemimpinan partai dan menjadi Perdana Menteri kelima di Israel.
Rabin menjadi Perdana Menteri pertama kelahiran pribumi, yang menunjukkan kesediaannya untuk bernegosiasi dengan musuh sebagai pemimpin Israel.
Dia juga tak segan mengambil tindakan tegas bila dianggap perlu.
Baca Juga: Didesak Gencatan Senjata oleh Biden Sendiri, PM Israel Malah 'Berniat' untuk Terus Serang Gaza
Rabin mengamankan gencatan senjata dengan Suriah di Dataran Tinggi Golan.
Tetapi dia juga memerintahkan serangan di Entebbe, Uganda pada Juli 1976.
Ketika itu sandera Israel dan lainnya diselamatkan, setelah pesawat mereka dibajak oleh anggota Front Pembebasan Palestina dan Fraksi Tentara Merah (kelompok radikal kiri Jerman Barat).
Salah satu pencapaian masa jabatan pertamanya sebagai PM Israel adalah perjanjian Interim dengan Mesir pada tahun 1975.
Dicapai pada tahun 1979, kesepakatan yang meletakkan dasar untuk perjanjian perdamaian permanen antara Israel dan Mesir itu.
Menjelang pemilihan umum pada Mei 1977, Rabin terpaksa melepaskan jabatan perdana menteri dan mundur sebagai pemimpin Partai Buruh, selama masa kampanye pemilihan (bulan April).
Itu dilakukannya setelah terungkap bahwa ia dan istrinya memiliki rekening bank di Amerika Serikat, yang melanggar hukum Israel.
Sebagai pemimpin partai, ia digantikan oleh Shimon Peres.
Fokus proses perdamaian
Ternyata skandal itu tidak menghentikan karier politik Rabin.
Pada tahun 1984 hingga 1990 Rabin kemudian menjabat sebagai menteri pertahanan dalam pemerintahan koalisi Partai Buruh-Likud.
Pemberontakan oleh Palestina di wilayah pendudukan dia tanggapi dengan keras, sehingga memicu intifadah pertama.
Nyatanya, kebijakan keras itu justru gagal memadamkan pemberontakan.
Hasil itu meyakinkan Rabin bahwa penting untuk terlibat secara politik (berdiplomasi) dengan Palestina.
Sementara itu, sikap agresifnya selama karier militer dan politik, mengamankan kepercayaan pubik atas kemampuannya membuat konsesi tanpa mengorbankan keamanan negara.
Dalam pemungutan suara nasional oleh anggota Partai Buruh pada Februari 1992, Rabin mendapatkan kembali kepemimpinannya dari Shimon Peres.
Melalui partai tersebut, Rabin menuju kemenangan dalam pemilihan umum Juni 1992.
Baca Juga: Didukung Joe Biden, Israel Semakin Gila Bombardir Jalur Gaza, Bahkan LebanonJuga Diserang
Pemerintahan pun segera dibentuknya dengan mandat untuk mengejar perdamaian.
Agenda ini menjadi salah satu kuncinya dalam pemilu yang memutar suara berpihak mendukung Partai Buruh.
Ia langsung fokus pada prospek kesepakatan damai dengan Palestina, sebagai prioritas utamanya begitu ia menjabat.
Sayangnya negosiasi rahasia antara Israel dan Palestina di Washington gagal pada akhir tahun 1992.
Awal 1993, negosiasi lebih lanjut mendapatkan momentum di Oslo.
Pada 20 Agustus 1993, akhirnya dilakukan penandatanganan Kesepakatan Oslo di Norwegia.
Pada 13 September 1993, Deklarasi Prinsip Israel-Palestina yang bersejarah ditandatangani di Gedung Putih di Washington DC.
Ini kemudian dikenal sebagai Perjanjian Oslo-A, serta "Gaza Jericho First."
Deklarasi tersebut menjamin pemerintahan sendiri Palestina di wilayah tersebut, untuk jangka waktu lima tahun.
Israel akan menarik diri dari Jalur Gaza dan kota Jericho, pada fase pertama.
Kemudian akan meninggalkan daerah yang telah disepakati di Tepi Barat, dan Palestina akan mengadakan pemilihan.
Pada 4 Mei 1994, ditandatangani Perjanjian Gaza-Jericho, yang memberikan otonomi Palestina di Gaza dan Jericho.
IDF akan mengevakuasi daerah yang disepakati.
Kemudian di Washington pada 25 Juli 1994, diadakan pertemuan tripartit antara Yitzhak Rabin, Raja Husain dari Yordania, dan Presiden AS Bill Clinton.
Pertemuan tersebut menghasilkan Deklarasi Washington, dan menandai berakhirnya permusuhan antara Israel dan Yordania.
Kedua negara juga menandatangani perjanjian perdamaian komprehensif pada 12 Oktober 1994, di perbatasan Arava.
Pada 10 Desember 1994, Hadiah Nobel Perdamaian dianugerahkan kepada Yitzhak Rabin, Shimon Peres,dan Yasser Arafat.
Lalu pada September 1995, dilakukan penandatanganan Perjanjian Oslo-B oleh Israel dan Front Pembebaan Palestina di Washington.
Di bawah kendali Otoritas Palestina yang baru, dilakukan perluasan wilayah Tepi Barat.
Rupanya kesepakatan itu memecah citra Rabin di mata masyarakat Israel.
Beberapa melihat langkah itu sebagai tindakan kepahlawanan untuk memajukan tujuan perdamaian.
Namun, yang lain melihat Rabin sebagai pengkhianat, karena memberikan tanah yang mereka anggap sebagai hak milik Israel.
Pada November 1995, penutupan aksi damai di Lapangan Raja Israel di Tel Aviv dihadiri oleh puluhan ribu.
Saat akan meninggalkan tempat perayaan itu, Rabin ditembak.
Pelakunya adalah Yigal Amir, seorang aktivis sayap kanan yang dengan keras menentang penandatanganan Kesepakatan Oslo oleh Rabin.
Empat ribu pejabat diundang dalam pemakamannya.
Sebagai ‘martir untuk perdamaian’, Rabin dipuji oleh oleh para pemimpin dunia, termasuk orang Arab.
Karena Rabinlah, bangsa Arab yang lain berjanji bahwa upaya untuk mengakhiri pertumpahan darah karena alasan agama dan etnis di Timur Tengah, akan terus berlanjut, meskipun perdana menteri Israel telha dibunuh.
Kepada orang yang memimpin pasukan Israel dalam Perang Timur Tengah 1967 ini, Hosni Mubarak dari Mesir dan Raja Hussein dari Yordania juga memberikan penghormatan.
"Anda hidup sebagai tentara, Anda mati sebagai tentara perdamaian," kata pemimpin Yordania itu.
Rabin disebut oleh Mubarak sebagai "pahlawan yang tumbang untuk perdamaian".
Kata-kata terakhir Rabin untuk mereka yang mengabdi pada perdamaian adalah warisannya.
Ketika itu Perdana Menteri Yitzhak Rabin mengatakan kepada mereka yang berkumpul di rapat umum perdamaian sebelum dia dibunuh, “Kedamaian adalah pintu terbuka untuk kemajuan ekonomi dan sosial. Kedamaian tidak hanya dalam doa tetapi juga keinginan sejati orang-orang Yahudi.”
“Ada musuh dalam proses perdamaian, dan mereka mencoba menyakiti kami untuk menghancurkannya (proses perdamaian). Saya ingin mengatakan kami telah menemukan mitra dalam perdamaian di antara orang-orang Palestina. Tanpa mitra untuk perdamaian, perdamaian tidak akan ada." (Bernadette Aderi Puspaningrum) Baca Juga: PM Israel Lega, Biden yang Dianggap Hina Dirinya Akhirnya Menelepon, Apa yang Dibicarakan?
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari