Intisari-Online.com -Kerja sama Rusia dan Chinadalam hal pengembangan sistem persenjataan semakin kuat,meskipun ada upaya oleh Amerika Serikat untuk menargetkan pesaing terdekatnya dengan berbagai sanksi.
Saat ini, Rusia sedang mengembangkan serangkaian platform senjata otonom, yang memanfaatkan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence - AI).
Proyek ini merupakan bagian dari dorongan ambisius Kremlin, yang mendapat dukungan dari kerja sama teknologi tinggi dengan negara tetangga, China.
Itu merupakan bagian dari kemitraan strategis yang lebih luas yang dipupuk oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping.
Baca Juga: Inilah Bahasa Palestina yang Digunakan, dari Bahasa Utama Hingga Bahasa Resmi
Prioritaskan pengembanag AI oleh Rusia dalam modernisasi militer ditampilkan dalam laporan berjudul "Artificial Intelligence and Autonomy in Russia," yang diterbitkan Senin (24/5/2021) oleh kelompok penelitian dan analisis nirlaba CNA yang berlokasi di Arlington, Virginia.
Penulis laporan tersebut bekerja sama dengan Pusat Kecerdasan Buatan Pentagon.
Hal itu dilakukan untuk menghasilkan apa yang oleh organisasi itu disebut sebagai "bagian besar pertama dari penelitian AS.”
Isi laporan itu mengartikulasikan inisiatif, dan pencapaian utama Rusia dalam upaya penggunaan AI dan menempatkan inisiatif tersebut dalam teknologi yang lebih luas di Rusia.
Baca Juga: 5 Militer Terkuat di Dunia, Lebih Kuat Militer AS ataukah China?
Leporan itu mengatakan, "Ahli strategi militer Rusia telah menempatkan nilai tertinggi dalam menetapkan apa yang mereka sebut sebagai 'dominasi informasi di medan perang'."
"Dan (Kremlin) menjanjikan peningkatan teknologi AI untuk memanfaatkan data yang tersedia di medan perang modern sehingga bisa melindungi milik Rusia sendiri dan menangkal keuntungan itu di pihak musuh."
Ada tantangan yang signifikan dan beberapa keberatan, untuk menyerahkan kemampuan pengambilan keputusan kritis, kepada kecerdasan buatan dan jauh dari pikiran manusia.
Namun tren dengan jelas menandakan bahwa upaya Rusia untuk memperkenalkan kemampuan canggih ini sedang berlangsung dengan baik.
Sementara masukan kritis datang dari China, yang oleh laporan tersebut diidentifikasi sebagai "mitra utama Rusia di bidang teknologi tinggi secara umum dan khususnya terkait kecerdasan buatan."
Samuel Bendett menjabat sebagai penasihat untuk laporan tersebut dan merupakan anggota Pusat Otonomi dan AI dari CNA.
Bendett mengatakan banyak kolaborasi Moskwa dan Beijing terjadi di luar sektor pertahanan.
Bendett mengatakan hubungan militerkedua negara yang berkembang telah membuka pintu untuk kerja sama yang lebih komprehensif.
Baca Juga: Demi Hadiri Pemakaman Kuda, Ratusan Warga India Desak-desakan Saat Negaranya Krisis Covid-19
Bendett mengatakan kepada Newsweek, "Sebagian besar efek dari hubungan ini terlihat di ranah sipil, di sektor teknologi tinggi dan kerja sama akademis di ruang R&D."
"Pada saat yang sama, ada bukti meningkatnya kontak bilateral di militer secara umum, seperti partisipasi dalam latihan tingkat strategis seperti Vostok, di mana kerja sama komando dan kontrol ikut ambil bagian."
Bendett juga menyoroti pekerjaan Rusia dalam membantu China membangun sistem peringatan dini untuk rudal.
Prospek untuk memasukkan AI di sini menurutnya "perlu diwaspadai, karena kedua negara berusaha untuk mendukung C4ISR mereka (akronim yang mengacu pada kemampuan komando, kontrol, komunikasi, komputer, intelijen, pengawasan dan pengintaian).
Laporan Bendett dan Edmonds mencakup daftar sekitar dua lusin platform yang sedang dikembangkan oleh militer Rusia yang menggabungkan beberapa tingkat AI atau otonomi.
Kendaraan yang berbasis di darat, udara dan laut serta ranjau khusus, dan bahkan robot antropomorfik yang dikatakan mampu menggunakan senjata api ganda, mengendarai mobil dan melakukan perjalanan ke luar angkasa termasuk di dalamnya.
Selain itu juga tercantum penambahan terkait AI ke kompleks manajemen informasi dan pengambilan keputusan militer Rusia, peralatan dan logistik pertahanan, serta sistem pelatihan dan manufaktur militer.