Intisari-Online.com -Sebuah negara Arab yang sempat menjadi musuh bersama umat Islam seantero Bumi mengajukan diri untuk menjembatani perdamaian antara Israel dan Palestina.
Padahal, posisi negara ini sendiri kini tengah lemah di kalangan umat Islam usai melakukan perdamaian dengan Israel.
Apalagi, kebijakan kontroversial yang diambil negara tersebut nyaris saja membuat kesucian Masjid Al-Aqsa ternoda.
Bagaimana itu bisa terjadi? Simak uraian lengkapnya berikut ini.
Seperti diketahui, konflik antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza, Palestina akhirnya berakhir pada Jumat (21/5/2021).
Setelah bertempur selama 11 hari, baik pihak Israel maupun pihak Hamas sama-sama menyatakan setuju untuk melakukan gencatan senjata.
Konflik yang dimulai sejak Ramadhan dan terus berlangsung hingga Idul Fitri tersebut menelan korban jiwa dan kerugian materiil.
Total 232 warga Palestina menjadi korban dalam pertempuran tersebut, di mana 65 orang di antaranya adalah anak-anak.
Baca Juga: Selama Pemerintahan Gus Dur Hubungan Israel-Indonesia Pernah Mencapai Titik Hangatnya
Sementara di pihak Israel, dilaporkan 12 orang warganya harus kehilangan nyawa dengan 2 orang di antaranya adalah anak-anak.
Banyak pihak lalu mulai mendorong Israel dan Palestina, khususnya dari faksi Hamas, untuk berunding.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyebut kedua belah pihak sama-sama bertanggung jawab untuk terciptanya perdamaian.
"Saya tegaskan, pemimpin Israel dan Palestina, memikul tanggung jawab lebih, di luar pemulihan keadaan, yakni untuk memulai dialog serius guna mengatasi akar konflik," cuit Guterresdi akun Twitternya, Jumat (21/5/2021).
Selain PBB, beberapa negara pun mendorong agar Israel dan Palestina kembali ke meja perundingan untuk mencapai kesepakatan damai.
Bahkan beberapa negara langsung mengajukan diri mereka untuk memfasilitasi upaya perdamaian tersebut, termasuk Uni Emirat Arab.
Hal tersebut disampaikan oleh Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan dalam panggilan telepon dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi.
Mesir sendiri, dengan dukungan AS, menengahi gencatan senjata yang mengakhiri pertempuran sengit selama bertahun-tahun antara Israel dan Hamas.
UEA, menurut Sheikh Mohammed, "siap untuk bekerja dengan semua pihak untuk mempertahankan gencatan senjata dan mencari jalan baru untuk mengurangi eskalasi dan mencapai perdamaian".
Putra Mahkota pun, seperti dilansir dariwtvbam.com, menekankan perlunya "upaya tambahan, terutama oleh para pemimpin Israel dan Palestina".
Hanya saja, UEA sendiri kini sedang memiliki hubungan yang memburuk dengan Palestina dan negara-negara Arab lainnya.
Hal ini terjadi usai negara tersebut, bersama Bahrain, Sudah, dan Maroko, sepakat untuk berdamai dengan Israel, yang kemudian diikuti kecaman dari Palestina.
Apalagi, kesepakatan damai itu sendiri nyaris menodai kesucian Masjid Al-Aqsa yang justru menjadi salah satu sumber konflik terakhir antara Israel dan Hamas.
Sebab, merujuk laporanLSM Terrestrial Jerusalem (TJ) yang dilansir dari Al Jazeera pada Senin (14/9/2020), pernyataan tersebut menandai "perubahan radikal dalam status quo" dan memiliki "konsekuensi yang luas dan berpotensi meledak".
Status quo yang dimaksud adalah penegasan bahwahanya Muslim yang dapat beribadah di dalam al-Haram al-Sharif, yang juga dikenal sebagai kompleks Masjid Al-Aqsa, yang memiliki luas 14 hektar.
Sementara non-Muslim bisa berkunjung, tapi tidak bisa shalat di dalamnya.
Nah,klausul yang termasuk dalam kesepakatan normaliasasi antara Israel dengan negara-negara Teluk Arabjustrumenunjukkan bahwa status quotersebut mungkin tidak lagi menjadi masalah.
Jadi, mungkinkah UEA menjadi penengah antara Israel dan Palestina dengan rekam jejaknya tersebut?
Baca Juga: Menggalang Dana, Perjuangan Bung Karno untuk Kemerdekaan Palestina Tak Pernah Redup