Advertorial
Intisari-online.com - Kelompok bersenjata Hamas melihat genjatan senjata sebagai kemenangan mereka atas Israel.
Kedua belah pihak antara Palestina dan Israel telah mengakhiri pertempuran sengit yang berlansung selama 11 hari tersebut.
Kemenangan itu dirayakan oleh rakyat Palestina, yang turun ke jalan untuk merayakan genjatan senjata yang berlaku pada Jumat (21/5).
Orang-orang bersorak merayakan kemenangan di depan bangunan yang rontok di Jalur Gaza dengan kendaraan mengelilingi Sheikh Jarrah di Yerussalem Timur dan Tepi Barat.
Mereka meniup terompet dan mengibarkan bendera serta merayakan kemenangan itu dengan penuh suka cita.
Banyak pihak memang percaya bahwa genjatan senjata itu merupakan kemenangan bagi Hamas.
Namun, di balik itu semua ternyata harga yang dibayar Hamas untuk sebuah kemenangan itu ternyata sangatlah tinggi.
Diyakini kerugian yang didapatkan oleh pihak Palestina tak sebanding dengan deklarasi kemenangan tersebut.
Menurut Associated Press, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan setidaknya 232 warga Palestina tewas.
Di antaranya ada 65 anak-anak, 39 wanita, dan 1.710 orang mengalami luka-luka.
Sedangkan di pihak Israel, 12 orang tewas termasuk 2 anak-anak.
Hamas merupakan kelompok militer kecil, menurut Jihad Islam (IJ) mengklaim setidaknya 20 angggota Hamas tewas, tetapi Israel mengatakan ada 130 orang.
Infrastruktur Gaza, yang sudah rusak setelah blokade 14 tahun, semakin memburuk.
Karena serangan udara Israel menghancurkan sekitar 16.800 rumah, termasuk banyak sekolah dan pusat kesehatan.
Meski begitu, fakta bahwa Hamas menembakkan lebih dari 4.000 roket ke kota-kota Israel, membuat kehidupan di negara itu juga terhenti.
Jika dilihat oleh banyak orang Palestina serangan Hamas dipandangan sebagai respons yang kuat.
Sementara itu, militer Israel mengklaim telah menghancurkan infrastruktur militer Hamas.
Termasuk jaringan besar terowongan, lokasi peluncuran rudal, fasilitas pembuatan senjata, dan rumah komandan.
Namun seperti tiga perang sebelumnya, Israel tidak bisa menghentikan musuh untuk terus meluncurkan roket.
Tidak hanya itu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dikritik oleh blok sayap kanannya sebagai gencatan senjata yang prematur.
Posisi perdana menteri Israel bisa semakin terancam jika perkiraan Hamas benar.
Bahwa Netanyahu telah setuju untuk tidak membatasi warga Palestina menghadiri masjid Al Aqsa.
Tetapi membatalkan pengusiran keluarga Palestina dari lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem.
Ini adalah sumber langsung dari bentrokan berhari-hari antara pengunjuk rasa Palestina dan polisi Israel, yang mengarah ke aksi Hamas.