3. Soetomo
Soetomo memiliki latar belakang yang sama dengan Tjipto juga Wahidin, ia merupakan seorang dokter.
Dia dipilih menjadi Ketua BU yang sebelumnya dibentuk bersama dengan Wahidin.
Namun, keterbatasan pendanaan yang mereka miliki membuatnya tak lama berada di puncak kepemimpinan.
Ia pun diberi sekop kekuasaan yang lebih kecil yakni memimpin Budi utomo untuk Jakarta saja.
Namun, momentum ini ia manfaatkan untuk menyelesaikan studinya di bidang kedokteran.
Ia pun tak banyak muncul dalam gerakan atau organisasi seperti sebelumnya, karena selama 8 tahun bertugas sebagai dokter di sejumlah wilayah di Indonesia, tidak hanya Jawa.
Di sanalah, Soetomo mulai berpikir tentang ideologi yang ditawarkan oleh Wahidin, "kebangkitan Jawa", namun ia mengobarkan bendera yang lebih besar, yakni "kebangkian Indonesia".
Ia berangkat ke Belanda untuk kembali berkuliah, di sana ia tergabung dengan organisasi Perhimpunan Indonesia (PI) dan sempat menjabat sebagai ketua.
Organisasi yang semula bergerak di ranah sosial perlahan menjadi organisasi politik yang semakin radikal.
Mereka merumuskan konsep nasionalisme Indonesia secara jelas dan rinci.
Baca Juga: HARKITNAS: Boedi Oetomo, Pengobar Semangat Nasional Bangsa Indonesia
4. RM. Soewardi Soerjoningrat
Soewardi adalah pemuda radikal asal Istana Pakualaman yang menjadi politisi kebudayaan nasionalis konservatif.
Ia kemudian pindah ke Bandung dan bergabung bersama Douwes Dekker di De Express sebagai editor.
Salah satu tulisannya yang paling populer berjudul Als ik eens Nederlander was yang berarti Seandainya Saya Orang Belanda, pada tahun 1913 sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan Hindia Belanda yang merayakan 100 tahun bebasnya Belanda dari Jajahan Inggris, namun melakukan perayaan tersebut di tanah jajahannya, Hindia Belanda.
Artikel berbahasa belanda itu kemudian oleh Soewardi diterjemahkan ke bahasa Melayu sehingga banyak orang pribumi memahami apa substansi yang disampaikan.
Dianggap berbahaya, Soewardi pun diasingkan keluar dari Hindia Belanda ke Belanda selama 5 tahun.
Sekembalinya dari Belanda, Soewardi berubah nama menjadi Ki Hadjar Dewantara dan mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta.
5. dr. Tjipto Mangoenkoesoemo
Ia adalah seorang dokter yang aktif berpraktek melayani pasien, ia juga menaruh perhatian yang tinggi pada aspek kesehatan masyarakat negerinya.
Namun, di dalam jiwanya juga tumbuh jiwa sebagai seorang pemberontak terhadap kekuasaan penjajah.
Ia menganalogikan dengan penyakit, apapun sakitnya, jika sudah diketahui, maka akan ada obatnya.
Begitu pula dengan penjajahan yang terjadi di tanah kelahirannya.
Tjipto melihat orang Jawa ketika itu begitu mudah mengiyakan atau mengaminkan apa yang dikatakan pemerintah Hindia Belanda sehingga langgeng lah praktik kolonialisme itu.
Orang-orang Jawa kekurangan semangat perlawanan.
Sifat dan kebiasaan itu lah yang disebut sebagai penyakit oleh Tjipto.
Ia pun mencoba untuk mengubahnya dan membangkitkan semangat perlawanan dalam masyarakat Jawa.
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR