Intisari-Online.com - Israel telah mengalami berbagai kerugian akibat produknya diboikot negara-negara di dunia.
Gerakan untuk memboikot produk Israel telah lama berlangsung, yang dikenal sebagai Boycotts Divestment and Sanction (BDS) atau Boikot Divestasi dan Investasi Israel.
Meski dibuat gerah dengan aksi boikot tersebut, tapi ekonomi Israel tampak tetap stabil.
Tampaknya hal itu tak lepas dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki Israel dengan berbagai faktor pendukungnya.
Melansir Britannica, masuknya imigran besar-besaran Eropa dan Amerika Utara yang terlatih dan berpendidikan Barat disebut berkontribusi besar terhadap peningkatan pesat dalam produk nasional bruto (GNP) Israel setelah 1948.
Meskipun kebanyakan dari mereka harus berganti pekerjaan, namun hal itu sepertinya tak menjadi kendala.
Tenaga kerja yang sangat terampil, dikombinasi dengan cepatnya negara membangun universitas dan lembaga penelitian, dapat memfasilitasi ekspansi ekonomi.
Israel memperoleh modal dalam jumlah besar, termasuk hadiah dari kaum Yahudi dunia, reparasi dari Republik Federal Jerman atas kejahatan Nazi, grants-in-aid dari pemerintah AS, dan modal yang dibawa oleh para imigran itu sendiri.
Baca Juga: Selain Weton Ternyata Sifat Manusia Bisa Dilihat Berdasarkan Hari Pasaran Dalam Penanggalan Jawa
Dijelaskan, bahwa tujuan dari kebijakan ekonomi Israel adalah pertumbuhan yang berkelanjutan dan integrasi lebih lanjut dari ekonomi negara ke pasar dunia.
Israel telah membuat kemajuan menuju tujuan-tujuan tersebut meski dalam kondisi yang sulit.
Seperti peningkatan populasi yang cepat, boikot oleh sebagian besar negara Arab, pengeluaran besar untuk pertahanan, kelangkaan sumber daya alam, tingkat inflasi yang tinggi, dan pasar domestik kecil yang membatasi penghematan ekonomi dariproduksi massal .
Terlepas dari hambatan-hambatan tersebut, Israel telah mencapai standar hidup yang tinggi bagi sebagian besar penduduknya.
Selain itu, Israel juga mencapai pertumbuhan ekspor industri substansial dan sektor pariwisata, serta keunggulan kelas dunia dalam teknologi canggih dan industri berbasis sains.
Meski, kemajuan ekonomi tersebut dianggap belum seragam, di mana orang Arab Israel umumnya berada di anak tangga paling bawah dalam tangga ekonomi.
Mendukung SDM dan kebijakan ekonomi negara, Israel sendiri punya sumber daya alam yang cukup melimpah.
Sumber daya mineralnya termasuk kalium, brom, dan magnesium, dua yang terakhir berasal dari perairan Laut Mati.
Ada pula bijih tembaga terletak di ʿArava, fosfat dan sejumlah kecil gipsum di Negev, dan beberapa marmer di Galilea.
Israel mulai mengeksploitasi minyak bumi secara terbatas pada tahun 1950-an, dan deposit minyak dalam jumlah kecil telah ditemukan di Negev utara dan selatan Tel Aviv.
Negara ini juga memiliki cadangan gas alam di Negev utara timur laut Bersyeba dan lepas pantai di Mediterania.
Sementara itu, industri tenaga listrik dinasionalisasi. Pemerintah juga telah mendorong elektrifikasi pedesaan yang intensif dan telah menyediakan listrik untuk pertanian dan industri dengan harga yang menguntungkan, semakin mendukung perekonomian negara ini.
Selama lebih dari 40 tahun permintaan lokal mendorong ekspansi industri Israel, seiring dengan pertumbuhan populasi negara yang pesat dan standar hidup yang meningkat.
Sementara status tinggi Israel dalam teknologi baru merupakan hasil dari penekanannya pada pendidikan tinggi serta penelitian dan pengembangan .
Pemerintah juga membantu pertumbuhan industri dengan memberikan pinjaman berbunga rendah dari anggaran pembangunannya.
Batasan utama yang dialami oleh industrinya adalah kelangkaan bahan baku dan sumber energi dalam negeri serta terbatasnya ukuran pasar lokal.
(*)