Intisari-Online.com -Tahukah Anda mengenai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)?
KKB sering berbuat ulag di Papua. Dan ini terus terjadi setiap harinya.
Salah satunya kejadian pada Oktober 2019 silam.
Di manaKKB yang disebut polisi diduga dari kelompok Lekagak Talenggen menembaki sebuah helikopter milik PT Intan Angkas di Distrik Ilaga Utara.
Kejadian itu terjadidi Kabupaten Puncak, Papua pada Rabu (16/10/2019).
Uniknyapihak Kodam XVII/Cenderawasih menyakini bahwa aksi mereka itu hanya untukmenunjukan eksistensi semata.
Ada apa memang di sana?
Ternyata KKB itu terdiri dari beberapa kelompok tergantung di mana wilayahnya.
Nah, masing-masing kelompok berusaha untuk menunjukkan keberadaannya.
Jika menggunakan istilah sekarang, maka mereka mau pamer atau baknya mafia kekanak-kanakan.
Mafia kekanak-kanakan itu artinya seorang kriminal tapi saling iri dan saling ingin menunjukkan siapa yang paling jago.
"Untuk operasional mereka antara yang Ndugama (Egianus Kogoya) dengan kelompok Ilaga itu tidak terkordinir dalam satu komando."
MenurutWakapendam XVII/Cenderawasih, Letkol Inf Dax Sianturi, dulu antar kelompok menamakan diri merekaOrganisasi Papua Merdeka (OPM).
Tapi mereka tetap saling bersaing.
Namun ketika sosok Egianus Kogoya mendominasi aksi-aksi kriminal di Papua, kelompok lain merasa isi dengan kabupaten sekitar Nduga.
Jadi tidak heran terjadi semacam persaingan antarakelompok sayap militer OPM untukmenunjukkan siapa yang lebih hebat satu sama lain.
Dak melanjutkan bahwa anggota KKB sering beraksi di Puncak,di antaranya, Lekagak Telenggen dan Militer Murib.
Bedanya pemimpinnya ada banyak. Tapisudah tidak terkoordinasi dengan baik.
Nah, terkaitbeberapa kerusuhan yang terjadi di Papua, Dax menjelaskan bahwa itu dilakukan oleh KKB.
Khususnya kasus rasisme.
Memang isu rasisme selalu menjadi dasar yang membuat KKB marah dan menyerang.
Umumnya mereka akan memasuki hutan. Oleh karenanya, TNI sering berjibaku di dalam hutam.
Tak heran kontak senjata antara TNI-Polri dan KKB sering terjadi.
Tapi baru-baru ini KKB bertindak semakin beringas. Bahkan tak segan membunuh warga sipil seperti guru dan membakar sekolah.
Akibatnya, 500 warga terpaksa mengungsi.