Kini Jadi Jalur Perdagangan Terpenting di Dunia, Siapa Sangka Dulunya Terusan Suez Jadi Medan Pertempuran Israel Vs Mesir, Benteng Pertahanan Israel Berhasil Dijebol dengan Mesin Penyemprot Air

Tatik Ariyani

Editor

Pasukan Mesir saat seberangi Terusan Suez
Pasukan Mesir saat seberangi Terusan Suez

Intisari-Online.com - Terusan Suez, Mesir, merupakanjalur pelayaran tersibuk di dunia.

Terusan Suez dilewati 30% kapal kargo seluruh dunia setiap harinya, menurut data Reuters, dengan rute alternatif antara Asia dan Eropa yang diarahkan sekitar Tanjung Harapan Afrika memerlukan waktu seminggu lebih lama.

Hampir 19 ribu kapal atau rata-rata 51.5 kapal per harinya dengan berat bersih 1.17 miliar ton lewati kanal ini tahun 2020 lalu.

Kemacetan di Terusan Suez membuat dunia rugi 400 juta dollar AS (Rp 5,6 triliun) per jam untuk barang yang tertunda menurut perkiraan Lloyd's List.

Baca Juga: Terusan Suez Macet Karena Kapal Raksasa 'Karam' di Tepi Timur Kanal, Ternyata Dulunya AS Berniat Ledakkan Israel dengan 520 Bom Nuklir untuk Membuat Tandingan Jalur Air Strategis Itu

Kemacetan di Terusan Suez tersebut dipicu oleh kapal kargo berukuran besar, Ever Given, yang tersangkut di kanal tersebut.

Kapal tersebut telah tersangkut di salah satu rute perdagangan paling penting di dunia itu sejak Selasa (23/3/201).

Kini jadi jalur pelayaran tersibuk di dunia, siapa sangkaTerusan Suez dulunya pernah jadi 'medan perang' antara Mesir dan Israel. Berikut kisah lengkapnya.

Setelah mengalami kekalahan perang melawan Israel pada Perang Enam Hari (1967), Mesir terus membangun kekuatan militer untuk suatu kali menyerang Israel secara dadakan (pre emptive war).

Baca Juga: Deretan Kapal Tangker Minyak 'Mengantri' di Belakang Raksasa Sebesar Gedung Empire State yang Mogok di Jalur Air Tersibuk di Dunia, Harga Minyak Tetap Saja Lesu, Ini Sebabnya

Kapal kargo Ever Given 'nyungsep' di Terusan Suez dan membuat macet jalur pelayaran tersibuk di dunia, tapi harga minyak tetap lesu
Kapal kargo Ever Given 'nyungsep' di Terusan Suez dan membuat macet jalur pelayaran tersibuk di dunia, tapi harga minyak tetap lesu

Mesir yang pada Perang Enam Hari memang mengalami kerugian paling besar dibandingkan Suriah dan Yordania.

Pasalnya akibat serangan udara dadakan Israel, Mesir telah kehilangan 2/3 jet-jet tempurnya sehingga benar-benar jadi sangat marah.

Oleh karena itu pasca Perang Enam Hari, diam-diam Mesir terus membeli jet-jet tempur generasi terbaru bari Rusia, termasuk ribuan tank serta rudal-rudal perontok pesawat seperti SA-6 SAM yang bisa diangkut ranpur.

Tujuan Mesir yang secara dadakan ingin menyerang Israel adalah untuk kembali menguasai Terusan Suez dan menguasai sebagian timur Dataran Tinggi Golan yang pada tahun 1967 berhasil dikuasai Israel.

Militer Israel sendiri untuk mencegah Mesir melakukan serangan dengan cara menyeberangi Terusan Suez telah membuat benteng alam setinggi 25 meter sepanjang tepian Terusan Suez yang dinamai benteng Bar Lev Line.

Israel merasa yakin jika benteng Bar Lev Line yang terbuat dari campuran pasir dan lumpur yang telah dipadatkan akan sulit ditembus oleh pasukan Mesir.

Tapi perkiraan Israel itu ternyata keliru. Militer Mesir diam-diam ternyata sudah bisa sudah mengetahui kelemahan pertahanan benteng Bar Lev Line.

Baca Juga: Lagi-lagi Kapal Israel Diledakkan Iran? Makin Berani, Ini Perbandingan Kekuatan Militer Iran dan Israel

Yakni dengan cara menyemprotkan air menggunakan peralatan khusus bertekanan besar.

Mesir sendiri sudah membeli alat penyemprot air dari Jerman yang bertekanan sangat tinggi sehingga bisa dengan mudah menjebol benteng Bar Lev Line.

Untuk menggempur Israel secara dadakan melalui Terusan Suez lalu secara diam-diam menjebol benteng Bar Lev Line, Mesir telah menyiapkan 35.000 pasukan dan persenjataan seperti tank, jembatan ponton, dan ranpur lainnya mulai pertengahan tahun 1973.

Intelijen Israel seperti Mossad sebenarnya sudah tahu pergerakan pasukan Mesir tapi ketika Mossad melapor ke pejabat tinggi Israel, ternyata malah tidak dipercaya.

Para petinggi Israel seperti PM Golda Meir, merasa tidak yakin karena jika Mesir akan menyerang Israel menjelang bulan Ramadan (puasa).

Tapi perkiraan para petinggi Israel memang keliru, karena pada 6 Oktober 1973 atau bertepatan dengan 10 Ramadan 1393, pasukan Mesir tiba-tiba menyerbu Israel secara besar-besaran.

Kapal-kapal Mesir pengangkut alat penyemprot air bertekanan tinggi bahkan dengan mudah menjebol benteng Bar Lev Line, disusul mundurnya pasukan Israel yang hanya bisa melawan sebisanya.

Baca Juga: Sejarawan Militer Sebut Ketegangan AS-China Berpotensi Menjadi Perang Nuklir dan Menyeret Negara Lain Melintasi Indo-Pasifik

Selain itu pada 6 Oktober 1973, Israel baru merayakan hari besar keagamaan Yahudi yang dikenal dengan Yom Kippur, sehingga juga membuat militer Israel secara keseluruhan sedang tidak siaga.

Keberhasil pasukan Mesir menjebol benteng pasir Bar Lev Line disusul dibangunnya sejumlah jembatan ponton dengan cepat memudahkan tank-tank dan ranpur angkut personel Mesir melaju di Dataran Tinggi Golan sejauh 25 km untuk menuju Israel.

Pasukan tank dan darat Israel berusaha mencegah gerak maju pasukan tank dan darat Mesir tapi dengan cepat pasukan Israel terpukul mundur dan memilih lari kocar-kacir menuju wilayah Israel.

Kendati dalam pertempuran Operation Badr yang berlangsung sekitar 8 hari, akhirnya pasukan Mesir berhasil dipukul mundur oleh serangan balik Israel, perang singkat itu bisa membuktikan bahwa jika Israel diserang mendadak dalam waktu yang tepat ternyata bisa dikalahkan dan kocar-kacir.

Jadi dalam perkembangan terkini, militer Israel sebenarnya masih memiliki kelemahan yang sama. Yakni akan kocar-kacir jika mendapat serangan mendadak dari negara-negara Arab.

Apalagi jika serangannya dilakukan secara serentak oleh negara-negara Arab yang sudah bersatu dan didukung oleh persenjataan canggih serta personel militer yang terlatih.

Dengan demikian, kemenangan militer negara-negara Arab seperti Mesir yang pernah memukul mundur pasukan Israel dalam Operation Badr, tidak hanya berlangsung singkat tapi jangka panjang. Bahkan bisa selamanya. (Agustinus Winardi)

Artikel Terkait